Teks
Hadits:
نعم
المذكر السبحة.
(
موضوع
)
Sebaik-baik
alat untuk berdzikir adalah tasbih
[palsu]
Hadits
ini maudhu' (palsu). Telah diriwayatkan oleh ad-Dailami dalam
kitabnya Musnad
al-Firdaus.
Menurut
saya, sanad hadits tersebut dari awal hingga akhir semuanya gelap,
sebagian majhul (tidak diketahui identitasnya) dan sebagainya lagi
tercela. Kemudian Ummu al-Hasan binti Ja'far tidak ada biografinya,
sedangkan Abdu Somad bin Musa telah disebutkan oleh adz-Dzahabi dalam
kitab al-Mizan
seraya
mengutip pertanyaan al-Khatib yan berkata bahwa para ulama telah
menyatakannya sebagai perawi lemah. Kemudian lebih jauh lagi
adz-Dzahabi berkata, “Abdus Somad juga terbukti meriwayatkan
hadits-hadits mungkar dari kakeknya, Muhammad bin Ibrahim.”
Menurut
saya, barangkali itulah kelemahan hadits ini dari segi sanadnya.
Namun maknanya adalah batil. Alasannya sebagai berikut:
- Tasbih (rosario: alat yang digunakan untuk bertasbih, tahmid, atau takbir; penj) itu tidak dikenal di jaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Jadi merupakan sesuatu yang baru dan hal sangat mustahil jika Rasulullah memerintahkan (menganjurkan) sesuatu pekerjaan dengan menggunakan alat yang beliau dan para sahabatnya tidak mengetahuinya. Lagi pula kata itu asing dalam bahasa arab.
- Riwayat tersebut sangat bertentangan dengan hadits shahih yang mengisahkan bahwa Rasulullah bertasbih dengan tangan kanannya, dan dalam riwayat lain disebutkan dengan menggunakan jari-jemarinya.
Ada
sebuah polemik tentang penggunaan tasbih ini. Dikemukakan oleh
asy-Syaukani bahwa terbukti ada hadits ini yang menerangkan bahwa
penggunaaan batu kecil untuk menghitung dalam bertasbih telah
diriwayatkan oleh para sahabat dan dibenarkan oleh Rasulullah
shallallahu
'alaihi wa sallam. Jadi,
berarti tidak ada perbedaan bertasbih menggunakan tasbih, bebatuan
(batu kecil) tangan atau jari-jemari.
Menurut
saya, kita akan segera membenarkannya dengan menerima pernyataan itu,
bila terbukti hadits-hadits yang dijadikan landasan itu sahih.
Singkatnya,
kedua hadits yang dijadikan landasan oleh asy-Syaukani itu
dirwayatkan oleh as-Suyuthi dalam risalahnya.
- Dikisahkan dari Saad bin Waqash bahwa suatu ketika ia bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjumpai wanita tengah menghitung-hitung batu kecil di tangannya, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, “Maukah aku tunjukkan yang lebih mudah bagimu dari ini atau yang lebih afdal (utama) ?” Lalu beliau bersabda, “Ucapkanlah subhanallah sebanyak mungkin...dan seterusnya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, al-Hakim, dari sanad Umar bin Harits dari Said bin Hilal dari Khuzaimah). Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan. Sedang al-Hakim berkata, “ Hadits ini sahih sanadnya.” Mulanya adz-Dzahabi menyepakati pernyataan kedua rawi, namun ternyat salah. Sebab dalam kitab al-Mizan, adz-Dzahabi menyatakan bahwa Khuzaimah itu majhul. Kami tidak mengetahui tepatnya sebab ia meriwayatkan secara tunggal dari Said bin Hilal. Peryataan demikian juga diutarakan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Taqrib. Bahkan oleh Imam Ahmad telah dinyatakan (bahwa Khuzaimah) sebagai tukang campur aduk riwayat. Kalau begitu, mana kesahihan ataupun kehasanan hadits tersebut ?
- Hadits ini diriwayatkan oleh Shafiyah. Dikisahkan bahwa suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke rumah menjumpai Shafiyah, istrinya yang ditangannya ada empat ribu batu kecil. Kemudian beliau bertanya, “Apa gerangan yang ada di tanganmu wahai kekasihku ?” Aku (Shafiyah) menjawab, “Aku gunakan untuk bertasbih.” Beliau bersabda, “Sungguh aku bertsbih lebih dari jumlah yang ada padamu itu.” Aku katakan pada beliau, “Kalau begitu ajarilah akau wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Ucapkanlah subhanallah sebanyak makhluk yang telah diciptakan Allah (maksudnya sebanyak mungkin; penj)” (HR Tirmidzi, al-Hakim, dan lain-lain). Kemudian Tirmidzi berkata, Hadits ini gharib (asing). Kami tidak mengetahuinya kecuali hanya satu sanad.”
Al-Hafizh
Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Taqrib
berkata,
“Hadits ini dha'if, dan Kunanah (seorang sanadnya) majhul (tidak
dikenal) serta tidak ada yang menguatkannya kecuali Ibnu Hibban (yang
dikenal sebagai di kalangan pakar hadits sebagai orang yang ringan
dalam menguatkan hadits; penj)”
Selanjutnya,
sebagai bukti akan kelemahan kedua hadits tadi adalah karena ia
bertentangan dengan hadits shahih yang warid dalam sahih Muslim,
83-84, Tirmidzi IV/274 dengan menshahihkannya, dan Ibnu Majah I/23,
serta musnad Imam Ahmad 6, 325, 429. Di samping itu, terbukti
kesahihan hadits ada dalam kitab Ash-Shahihah
bahwa
sahibul kisah adalah Juwairiyah, bukannya Shafiyah. Kedua batu-batu
kecil tidak ada, alias mungkar.
Khulasah
polemik ini ialah bahwa unsur bid'ah ingin dikuatkan dan lebih
ditonjolkan kemoderatannya, dengan maksud meninggalakan sunnah. Pada
prinsipnya, satu alasan saja untuk menyanggah mereka telah lebih dari
cukup yakni bukankah apa saja yang diajarkan oleh Rasulullah
shallallahu
'alaihi wa sallam jauh
lebih afdhal ketimbang ajaran buatan manusia biasa, siapapun
orangnya? Subhanallah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar