Ahlan wa sahlan bagi pengunjung yang dirahmati Allah sekalian. Dipersilakan bagi pembaca atau pengunjung untuk menyebarkan isi atau meteri dari blog ini dengan menjaga amanat ilmiah, dengan mencantumkan link website ini. Semoga dapat menjadi amal kebaikan kita di akhirat kelak. Aamiin

Jumat, 05 Oktober 2012

Hadits ke-2

-->



disusun oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani


( من لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكر لم يزدد من الله إلا بعدا ( باطل

"Barangsiapa shalatnya tidak dapat mencegahnya dari perbuatan
keji dan munkar, maka ia tidak menambah sesuatupun dari Allah
kecuali kejauhan."
Hadits tersebut batil. Walaupun hadits tersebut sanga dikenal dan sering menjadi pembicaraan, namun sanad maupun matannya tidak sahih.
Dari segi sanad (jalur), telah diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam kitab al-Mu'jaru al-Kabir, al-Qudha'i dalam Htab Musnadasy-SyihabII/ 43, Ibnu Hatim dalam Tafsir Ibnu Katsir II/414 dan kitab al-Ks- wahib ad.-Dararil/2/83, dari sanad Laits, dari Thawus, dari Ibnu Abbas d Ringkasnya, hadits tersebut sanadnya tidak sahih sampai kepada Rasululla n tapi hanya mauquf (berhenti) sampai kepada Ibnu Mas'ud r.a. dan merupakan ucapannya dan juga hanya sampai kepada Ibnu Abbas d. Karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah v dalam Kitabul Iman halaman 12, tidak menye but-nyebutnya kecuali riwayat mauquf yang hanya sampai sebagai kepada Ibnu Mas'ud dan ibnu Abbas f.
Di samping itu, matannya pun tidak sahih sebab zhahirnya (lahirnya) mencakup siapa saja yang mendirikan shalat dengan memenuhi syarat -syaratnya tetap memenuhi syarat rukunnya. Padahal, syara' tetap menghukuminya sebagai yang benar atau sah, kendatipun pelaku shalat tersebut masih suka melakukan perbuatan yang bersifat maksiat. Jadi, tidaklah benar bila dengannya (yakni shalat yang benar) justru akan makin menjauhkan pelakunya dari Allah w. Ini sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak pula dibenarkan dalam syariat. Karena itu, Ibnu Taimiyah v menakwilkan kata-kata “tidak menambahnya kecuali jauh dari Allah" jika yang ditinggalkannya itu merupakan kewajiban yang lebih agung dari yang dilakukannya. Dan ini berarti pelaku shalat tadi meninggalkan sesuatu sehingga shalatnya tidak sah, seperti rukun-rukun dan syarat- syaratnya. Kemudian, tampaknya bukanlah shalat yang demikian (yakni yang sah dan benar menurut syara') yang dimaksud dalam hadits mauquf tadi. Dengan demikian jelaslah bahwa hadits tersebut dha'if, baik dari
segi sanad maupun matannya (teksnya). Wallhu a'lam bishshawab. 

daftar bacaan : Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu' Jilid I, cetakan Gema Insani Press tahun 1416 H/1995 M