Ahlan wa sahlan bagi pengunjung yang dirahmati Allah sekalian. Dipersilakan bagi pembaca atau pengunjung untuk menyebarkan isi atau meteri dari blog ini dengan menjaga amanat ilmiah, dengan mencantumkan link website ini. Semoga dapat menjadi amal kebaikan kita di akhirat kelak. Aamiin

Kamis, 06 September 2012

Hadits-hadits Palsu Tentang Keutamaan Shalat dan Puasa di Bulan Rajab



disusun oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

   

   Apabila kita memperhatikan hari-hari, pekan-pekan, bulan-bulan, sepanjang tahun serta malam dan siangnya, niscaya kita akan mendapatkan bahwa Allah Yang Maha Bijaksana mengistimewakan sebagian dari sebagian lainnya dengan keistimewaan dan keutamaan tertentu. Ada bulan yang dipandang lebih utama dari bulan lainnya, misalnya bulan Ramadhan dengan kewajiban puasa pada siangnya dan sunnah menambah ibadah pada malamnya. Di antara bulan-bulan itu ada pula yang dipilih sebagai bulan haram atau bulan yang dihormati, dan diharamkan berperang pada bulan-bulan itu.
   Allah juga mengkhususkan hari Jumat dalam sepekan untuk berkumpul shalat Jumat dan mendengarkan khutbah yang berisi peringatan dan nasehat.
Ibnul Qayyim menerangkan dalam kitabnya, Zaadul Ma'ad,[1] bahwa Jum'at mempunyai lebih dari tiga puluh keutamaan, kendatipun demikian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang mengkhususkan ibadah pada malam Jumat atau puasa pada hari Jumat, sebagaimana sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Artinya : Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at untuk beribadah dari malam-malam yang lain dan jangan pula kalian mengkhususkan puasa pada hari Jumat dari hari-hari yang lainnya, kecuali bila bertepatan (hari Jumat itu) dengan puasa yang biasa kalian berpuasa padanya. [HR. Muslim (no. 1144 (148) dan Ibnu Hibban (no. 3603), lihat Silsilatul Ahaadits ash-Shahihah (no. 980)]
   Allah Yang Mahabijaksana telah mengutamakan sebagian waktu malam dan siang dengan menjanjikan terkabulnya doa dan terpenuhinya permintaan. Demikian Allah mengutamakan tiga generasi pertama sesudah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka dianggap sebagai generasi terbaik apabila dibandingkan dengan generasi berikutnya sampai hari Kiamat. Ada beberapa tempat dan masjid yang diutamakan oleh Allah dibandingkan tempat dan masjid lainnya. Semua hal tersebut kita ketahui berdasarkan hadits-hadits yang shahih dan contoh yang benar.
   Adapun tentang bulan Rajab, keutamaannya dalam masalah shalat dan puasa padanya dibanding dengan bulan-bulan yang lainnya, semua haditsnya sangat lemah dan palsu. Oleh karena itu tidak boleh seorang Muslim mengutamakan dan melakukan ibadah yang khusus pada bulan Rajab.
Di bawah ini akan saya berikan contoh hadits-hadits palsu tentang keutamaan shalat dan puasa di bulan Rajab.
HADITS PERTAMA
Artinya : Rajab bulan Allah, Sya'ban bulanku dan Ramadhan adalah bulan ummatku
Keterangan: HADITS INI MAUDHU
Kata Syaikh ash-Shaghani (wafat th. 650 H): Hadits ini maudhu.[Lihat Maudhu'atush Shaghani (I/61, no. 129)]
   Hadits tersebut mempunyai matan yang panjang, lanjutan hadits itu ada lafazh:
Artinya : Janganlah kalian lalai dari (beribadah) pada malam Jumat pertama di bulan Rajab, karena malam itu Malaikat menamakannya Raghaaib...
Keterangan: HADITS INI MAUDHU
   Kata Ibnul Qayyim (wafat th. 751 H): Hadits ini diriwayatkan oleh 'Abdur Rahman bin Mandah dari Ibnu Jahdham, telah menceritakan kepada kami 'Ali bin Muhammad bin Sa'id al-Bashry, telah menceritakan kepada kami Khalaf bin 'Abdullah as-Shan'any, dari Humaid Ath-Thawil dari Anas, secara marfu'. [Al-Manaarul Muniif fish Shahih wadh Dha'if (no. 168-169)]
   Kata Ibnul Jauzi (wafat th. 597 H): Hadits ini palsu dan yang tertuduh memalsukannya adalah Ibnu Jahdham, mereka menuduh sebagai pendusta. Aku telah mendengar Syaikhku Abdul Wahhab al-Hafizh berkata: Rawi-rawi hadits tersebut adalah rawi-rawi yang majhul (tidak dikenal), aku sudah periksa semua kitab, tetapi aku tidak dapati biografi hidup mereka. [Al-Maudhu'at (II/125), oleh Ibnul Jauzy]
   Imam adz-Dzahaby berkata: Ali bin Abdullah bin Jahdham az-Zahudi, Abul Hasan Syaikhush Shuufiyyah pengarang kitab Bahjatul Asraar dituduh memalsukan hadits.
   Kata para ulama lainnya: Dia dituduh membuat hadits palsu tentang shalat ar-Raghaa'ib. [Periksa: Mizaanul I'tidal (III/142-143, no. 5879)]
HADITS KEDUA
Artinya : Keutamaan bulan Rajab atas bulan-bulan lainnya seperti keutamaan al-Qur'an atas semua perkataan, keutamaan bulan Sya’ban seperti keutamaanku atas para Nabi, dan keutamaan bulan Ramadhan seperti keutamaan Allah atas semua hamba.
Keterangan: HADITS INI MAUDHU
   Kata al Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany: Hadits ini palsu. Lihat al-Mashnu fii Ma'rifatil Haditsil Maudhu (no. 206, hal. 128), oleh Syaikh Ali al-Qary al-Makky (wafat th. 1014 H)]
HADITS KETIGA:
Artinya : Barangsiapa shalat Maghrib di malam pertama bulan Rajab, kemudian shalat sesudahnya dua puluh raka'at, setiap raka'at membaca al-Fatihah dan al-Ikhlash serta salam sepuluh kali. Kalian tahu ganjarannya? Sesungguhnya Jibril mengajarkan kepadaku demikian. Kami berkata: Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui, dan berkata: Allah akan pelihara dirinya, hartanya, keluarga dan anaknya serta diselamatkan dari adzab Qubur dan ia akan melewati as-Shirath seperti kilat tanpa dihisab, dan tidak disiksa
Keterangan: HADITS MAUDHU
Kata Ibnul Jauzi: Hadits ini palsu dan kebanyakan rawi-rawinya adalah majhul (tidak dikenal biografinya). [Lihat al-Maudhu'at oleh Ibnul Jauzy (II/123), al-Fawaa'idul Majmu'ah fil Ahaadits Maudhu'at oleh as-Syaukany (no. 144) dan Tanziihus Syari'ah al-Marfu'ah 'anil Akhbaaris Syanii'ah al-Maudhu'at (II/89), oleh Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Araaq al-Kinani (wafat th. 963 H).]
HADITS KEEMPAT
Artinya : Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab dan shalat empat raka'at, di raka'at pertama baca ayat Kursiy seratus kali dan di raka'at kedua baca surat al-Ikhlas seratus kali, maka dia tidak mati hingga melihat tempatnya di Surga atau diperlihatkan kepadanya (sebelum ia mati)
Keterangan: HADITS INI MAUDHU
   Kata Ibnul Jauzy: Hadits ini palsu, dan rawi-rawinya majhul serta seorang perawi yang bernama Utsman bin Atha adalah perawi matruk menurut para Ahli Hadits. [Al-Maudhu'at (II/123-124).]
   Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany, Utsman bin Atha adalah rawi yang lemah. [Lihat Taqriibut Tahdziib (I/663 no. 4518)]
HADITS KELIMA
Artinya : Barangsiapa puasa satu hari di bulan Rajab (ganjarannya) sama dengan berpuasa satu bulan.
Keterangan: HADITS INI SANGAT LEMAH
   Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafizh dari Abu Dzarr secara marfu'.
Dalam sanad hadits ini ada perawi yang bernama al-Furaat bin as-Saa'ib, dia adalah seorang rawi yang matruk. [Lihat al-Fawaa-id al-Majmu'ah (no. 290)]
Kata Imam an-Nasa'i: Furaat bin as-Saa'ib Matrukul hadits. Dan kata Imam al-Bukhari dalam Tarikhul Kabir: Para Ahli Hadits meninggalkannya, karena dia seorang rawi munkarul hadits, serta dia termasuk rawi yang matruk kata Imam ad-Daraquthni. [Lihat adh-Dhu'afa wa Matrukin oleh Imam an-Nasa'i (no. 512), al-Jarh wat Ta'dil (VII/80), Mizaanul I'tidal (III/341) dan Lisaanul Mizaan (IV/430).]
HADITS KEENAM
Artinya : Sesungguhnya di Surga ada sungai yang dinamakan Rajab airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu, barangsiapa yang puasa satu hari pada bulan Rajab maka Allah akan memberikan minum kepadanya dari air sungai itu.
Keterangan: HADITS INI BATHIL
   Hadits ini diriwayatkan oleh ad-Dailamy (I/2/281) dan al-Ashbahany di dalam kitab at-Targhib (I-II/224) dari jalan Mansyur bin Yazid al-Asadiy telah menceritakan kepada kami Musa bin Imran, ia berkata: Aku mendengar Anas bin Malik berkata, ...
   Imam adz-Dzahaby berkata: Mansyur bin Yazid al-Asadiy meriwayatkan darinya, Muhammad al-Mughirah tentang keutamaan bulan Rajab. Mansyur bin Yazid adalah rawi yang tidak dikenal dan khabar (hadits) ini adalah bathil. [Lihat Mizaanul I'tidal (IV/ 189)]
   Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany berkata: Musa bin Imraan adalah majhul dan aku tidak mengenalnya. [Lihat Silsilah Ahaadits adh-Dha'ifah wal Maudhu'ah (no. 1898)]
HADITS KETUJUH.
Artinya : Barangsiapa berpuasa tiga hari pada bulan Rajab, dituliskan baginya (ganjaran) puasa satu bulan, barangsiapa berpuasa tujuh hari pada bulan Rajab, maka Allah tutupkan baginya tujuh buah pintu api Neraka, barangsiapa yang berpuasa delapan hari pada bulan Rajab, maka Allah membukakan baginya delapan buah pintu dari pintu-pintu Surga. Dan barang siapa puasa nishfu (setengah bulan) Rajab, maka Allah akan menghisabnya dengan hisab yang mudah.
Keterangan: HADITS INI PALSU
  Hadits ini termaktub dalam kitab al-Fawaa'idul Majmu'ah fil Ahaadits al-Maudhu'ah (no. 288). Setelah membawakan hadits ini asy-Syaukani berkata: “Suyuthi membawakan hadits ini dalam kitabnya, al-Laaliy al-Mashnu'ah, ia berkata: Hadits ini diriwayatkan dari jalan Amr bin al-Azhar dari Abaan dari Anas secara marfu'.
   Dalam sanad hadits tersebut ada dua perawi yang sangat lemah:
[1]. Amr bin al-Azhar al-'Ataky.
    Imam an-Nasa-i berkata: Dia Matrukul Hadits. Sedangkan kata Imam al-Bukhari: Dia dituduh sebagai pendusta. Kata Imam Ahmad: Dia sering memalsukan hadits. [Periksa, adh-Dhu'afa wal Matrukin (no. 478) oleh Imam an-Nasa-i, Mizaanul I'tidal (III/245-246), al-Jarh wat Ta'dil (VI/221) dan Lisaanul Mizaan (IV/353)]
[2]. Abaan bin Abi 'Ayyasy, seorang Tabi'in shaghiir.
   Imam Ahmad dan an-Nasa-i berkata: Dia Matrukul Hadits (ditinggalkan haditsnya). Kata Yahya bin Ma'in: Dia matruk. Dan beliau pernah berkata: Dia rawi yang lemah. [Periksa: Adh Dhu'afa wal Matrukin (no. 21), Mizaanul I'tidal (I/10), al-Jarh wat Tadil (II/295), Taqriibut Tahdzib (I/51, no. 142)]
Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Syaikh dari jalan Ibnu Ulwan dari Abaan. Kata Imam as-Suyuthi: Ibnu Ulwan adalah pemalsu hadits. [Lihat al-Fawaaidul Majmu'ah (hal. 102, no. 288).
   Sebenarnya masih banyak lagi hadits-hadits tentang keutamaan Rajab, shalat Raghaa'ib dan puasa Rajab, akan tetapi karena semuanya sangat lemah dan palsu, penulis mencukupkan tujuh hadits saja.

Sumber: almanhaj.or.id

Hadits-hadits Dha'if yang Tersebar pada Bulan Ramadhan



disusun oleh
Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

  

 Kami menilai perlunya dibawakan pasal ini pada kitab kami, karena adanya sesuatu yang teramat penting yang tidak diragukan lagi sebagai peringatan bagi manusia, dan sebagai penegasan terhadap kebenaran, maka kami katakan :
Sesungguhnya Allah Ta'ala telah menetapkan sunnah Nabi secara adil, (untuk) memusnahkan penyimpangan orang-orang sesat dari sunnah, dan mematahkan ta'wilan para pendusta dari sunnah dan menyingkap kepalsuan para pemalsu sunnah.
  Sejak bertahun-tahun sunnah telah tercampur dengan hadits-hadits yang dhaif, dusta, diada-adakan atau lainnya. Hal ini telah diterangkan oleh para imam terdahulu dan ulama salaf dengan penjelasan dan keterangan yang sempurna.
  Orang yang melihat dunia para penulis dan para pemberi nasehat akan melihat bahwa mereka -kecuali yang diberi rahmat oleh Allah- tidak memperdulikan masalah yang mulia ini walau sedikit perhatianpun walaupun banyak sumber ilmu yang memuat keterangan shahih dan menyingkap yang bathil.
   Maksud kami bukan membahas dengan detail masalah ini, serta pengaruh yang akan terjadi pada ilmu dan manusia, tapi akan kita cukupkan sebagian contoh yang baru masuk dan masyhur dikalangan manusia dengan sangat masyhurnya, hingga tidaklah engkau membaca makalah atau mendengar nasehat kecuali hadits-hadits ini -sangat disesalkan- menduduki kedudukan tinggi. (Ini semua) sebagai pengamalan hadits : "Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat ..." [Riwayat Bukhari 6/361], dan sabda beliau : "Agama itu nasehat" [Riwayat Muslim no. 55]
   Maka kami katakan wabillahi taufik :
Sesungguhnya hadits-hadits yang tersebar di masyarakat banyak sekali, hingga mereka hampir tidak pernah menyebutkan hadits shahih -walau banyak-yang bisa menghentikan mereka dari menyebut hadits dhaif.
 Semoga Allah merahmati Al-Imam Abdullah bin Mubarak yang mengatakan : "(Menyebutkan) hadits shahih itu menyibukkan (diri) dari yang dhaifnya".
Jadikanlah Imam ini sebagai suri tauladan kita, jadikanlah ilmu shahih yang telah tersaring sebagai jalan (hidup kita).
   Dan (yang termasuk) dari hadits-hadits yang tersebar digunakan (sebagai dalil) di kalangan manusia di bulan Ramadhan, diantaranya.
Pertama.
"Artinya : Kalaulah seandainya kaum muslimin tahu apa yang ada di dalam Ramadhan, niscaya umatku akan berangan-angan agar satu tahun Ramadhan seluruhnya. Sesungguhnya surga dihiasi untuk Ramadhan dari awal tahun kepada tahun berikutnya ...." Hingga akhir hadits ini.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (no.886) dan Ibnul Jauzi di dalam Kitabul Maudhuat (2/188-189) dan Abu Ya'la di dalam Musnad-nya sebagaimana pada Al-Muthalibul 'Aaliyah (Bab/A-B/tulisan tangan) dari jalan Jabir bin Burdah dari Abu Mas'ud al-Ghifari.
Hadits ini maudhu' (palsu), penyakitnya pada Jabir bin Ayyub, biografinya ada pada Ibnu Hajar di dalam Lisanul Mizan (2/101) dan beliau berkata : "Mashur dengan kelemahannya". Juga dinukilkan perkataan Abu Nua'im, " Dia suka memalsukan hadits", dan dari Bukhari, berkata, "Mungkarul hadits" dan dari An-Nasa'i, "Matruk" (ditinggalkan) haditsnya".
Ibnul Jauzi menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu, dan Ibnu Khuzaimah berkata serta meriwayatkannya, "Jika haditsnya shahih, karena dalam hatiku ada keraguan pada Jarir bin Ayyub Al-Bajali".
Kedua.
"Artinya :Wahai manusia, sungguh bulan yang agung telah datang (menaungi) kalian, bulan yang di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, Allah menjadikan puasa (pada bulan itu) sebagai satu kewajiban dan menjadikan shalat malamnya sebagai amalan sunnah. Barangsiapa yang mendekatkan diri pada bulan tersebut dengan (mengharapkan) suatu kebaikan, maka sama (nilainya) dengan menunaikan perkara yang wajib pada bulan yang lain .... Inilah bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya adalah merupakan pembebasan dari api neraka ...." sampai selesai.
Hadits ini juga panjang, kami cukupkan dengan membawakan perkataan ulama yang paling masyhur. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887) dan Al-Muhamili di dalam Amalinya (293) dan Al-Asbahani dalam At-Targhib (q/178, b/tulisan tangan) dari jalan Ali bin Zaid Jad'an dari Sa'id bin Al-Musayyib dari Salman.
Hadits ini sanadnya Dhaif, karena lemahnya Ali bin Zaid, berkata Ibnu Sa'ad, Di dalamnya ada kelemahan dan jangang berhujjah dengannya, berkata Imam Ahmad bin Hanbal, Tidak kuat, berkata Ibnu Ma'in. Dha'if berkata Ibnu Abi Khaitsamah, Lemah di segala penjuru, dan berkata Ibnu Khuzaimah, Jangan berhujjah dengan hadits ini, karena jelek hafalannya. Demikian di dalam Tahdzibut Tahdzib [7/322-323].
Dan Ibnu Khuzaimah berkata setelah meriwayatkan hadits ini, Jika benar kabarnya. berkata Ibnu Hajar di dalam Al-Athraf, Sumbernya pada Ali bin Zaid bin Jad'an, dan dia lemah, sebagaimana hal ini dinukilkan oleh Imam As-Suyuthi di dalam Jami'ul Jawami (no. 23714 -tertib urutannya).
Dan Ibnu Abi Hatim menukilkan dari bapaknya di dalam Illalul Hadits (I/249), hadits yang Mungkar
Ketiga.
"Artinya : Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat"
Hadits tersebut merupakan potongan dari hadits riwayat Ibnu Adi di dalam Al-Kamil (7/2521) dari jalan Nahsyal bin Sa'id, dari Ad-Dhahak dari Ibu Abbas. Nashsyal (termasuk) yang ditinggal (karena) dia pendusta dan Ad-Dhahhak tidak mendengar dari Ibnu Abbas.
Diriwayatkan oleh At-Thabrani di dalam Al-Ausath (1/q 69/Al-Majma'ul Bahrain) dan Abu Nu'aim di dalam At-Thibun Nabawiy dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abi Dawud, dari Zuhair bin Muhammad, dari Suhail bin Abi Shalih dari Abu Hurairah.
Dan sanad hadits ini lemah. Berkata Abu Bakar Al-Atsram, "Aku mendengar Imam Ahmad -dan beliau menyebutkan riwayat orang-orang Syam dari Zuhair bin Muhammad- berkata, "Mereka meriwayatkan darinya (Zuhair,-pent) beberapa hadits mereka (orang-orang Syam, -pent) yang dhoif itu". Ibnu Abi Hatim berkata, "Hafalannya jelek dan hadits dia dari Syam lebih mungkar daripada haditsnya (yang berasal) dari Irak, karena jeleknya hafalan dia". Al-Ajalaiy berkata. "Hadits ini tidak membuatku kagum", demikianlah yang terdapat pada Tahdzibul Kamal (9/417).
Aku katakan : Dan Muhammad bin Sulaiman Syaami, biografinya (disebutkan) pada Tarikh Damasqus (15/q 386-tulisan tangan) maka riwayatnya dari Zuhair sebagaimana di naskhan oleh para Imam adalah mungkar, dan hadits ini darinya.
Keempat
"Artinya : Barangsiapa yang berbuka puasa satu hari pada bulan Ramadhan tanpa ada sebab dan tidak pula karena sakit maka puasa satu tahun pun tidak akan dapat mencukupinya walaupun ia berpuasa pada satu tahun penuh"
Hadits ini diriwayatkan Bukhari dengan mu'allaq dalam shahih-nya (4/160-Fathul Bari) tanpa sanad.
Ibnu Khuzaimah telah memalukan hadits tersebut di dalam Shahih-nya (19870), At-Tirmidzi (723), Abu Dawud (2397), Ibnu Majah (1672) dan Nasa'i di dalam Al-Kubra sebagaimana pada Tuhfatul Asyraaf (10/373), Baihaqi (4/228) dan Ibnu Hajjar dalam Taghliqut Ta'liq (3/170) dari jalan Abil Muthawwas dari bapaknya dari Abu Hurairah.
Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari (4/161) : "Dalam hadits ini ada perselisihan tentang Hubaib bin Abi Tsabit dengan perselisihan yang banyak, hingga kesimpulannya ada tiga penyakit : idhthirah (goncang), tidak diketahui keadaan Abil Muthawwas dan diragukan pendengaran bapak beliau dari Abu Hurairah".
Ibnu Khuzaimah berkata setelah meriwayatkannya :Jika khabarnya shahih, karena aku tidak mengenal Abil Muthawwas dan tidak pula bapaknya, hingga hadits ini dhaif juga:.
Wa ba'du : Inilah empat hadits yang didhaifkan oleh para ulama dan di lemahkan oleh para Imam, namun walaupun demikian kita (sering) mendengar dan membacanya pada hari-hari di bulan Ramadhan yang diberkahi khususnya dan selain pada bulan itu pada umumnya.
Tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian hadits-hadits ini memiliki makna-makna yang benar, yang sesuai dengan syari'at kita yang lurus baik dari Al-Qur'an maupun Sunnah, akan tetapi (hadits-hadits ini) sendiri tidak boleh kita sandarkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan terlebih lagi -segala puji hanya bagi Allah- umat ini telah Allah khususkan dengan sanad dibandingkan dengan umat-umat yang lain. Dengan sanad dapat diketahui mana hadits yang dapat diterima dan mana yang harus ditolak, membedakan yang shahih dari yang jelek. Ilmu sanad adalah ilmu yang paling rumit, telah benar dan baik orang yang menamainya : "Ucapan yang dinukil dan neraca pembenaran khabar".
Kelima
“Dari Nadhr bin Syaiban, ia mengatakan, 'Aku pernah bertemu dengan Abu Salamah bin Abdurrahman rahimahullahu, aku mengatakan kepadanya, 'Ceritakanlah kepadaku sebuah hadits yang pernah engkau dengar dari bapakmu (maksudnya Abdurrahman bin 'Auf radhiyallahu'anhu) tentang Ramadhan,' Ia mengatakan, 'Ya bapakku (maksudnya Abdurrahman bin 'Auf) pernah menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah pernah menyebut bulan Ramadhan lalu bersabda, 'Bulan yang Allah telah wajibkan atas kalian puasanya dan aku menyunnahkan buat kalian shalat malamnya. Maka barang siapa berpuasa dan melaksanakan shalat malam dengan dasar iman dan mengharapkan ganjaran dari Allah, niscaya dia akan keluar dari dosa-dosanya sebagaimana saat dia dilahirkan oleh ibunya.” (HR Ibnu Majah, no. 1328 dan Ibnu Khuzaimah no. 2201 lewat jalur periwayatan Nadhr bin Syaiban)

Sanad hadits ini lemah, karena Nadhr bin Syaibah itu layyinaul hadits (orang yang haditsnya lemah), sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Taqrib beliau rahimahullahu.
   Ibnu Khuzaimah juga telah menilai hadits ini lemah dan beliau mengatakan bahwa hadits yang sah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu'anhu.
   Hadits yang belaiau maksudkan yaitu hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dan ulama hadits lainnya lewat jalur Abu Hurairah. Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa yang shalat (qiyam Ramadhan atau Tarawih) dengan dasar imandan mengharap pahala, maka diampuni dosanya yang telah lalu.”
Keenam
“Puasa itu setengah kesabaran dan kesucian itu setengahnya iman.”

   Dhaif. Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 3519 dalam kitab ad-Da'awat, juga diriwatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad beliau (4/260 dan 5/363) lewat jalur periwayatan Juraisy an-Nahdhi dari seorang laki-laki bani (suku) Sulaim.
   Sanad hadits ini dha'if, karena Juraisy bin Kulaib ini adalah seorang yang majhul (tidak dikenal), sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Madini (lihat, Tahdzibut Tahdzib, 2/78 karya Ibnu Hajar)
   Hadits dha'if lainnya yang senada yaitu:
“Dari Abu Hurairah, ia mengatakan, “rasulullah bersabda, “Segala sesuatu itu ada zakatnya. Zakat Badan adalah puasa. Puasa itu separuh kesabaran.” (HR. Ibnu Majah no. 1745 lewat jalur Musa bin Ubaidah dari Jumhan dari Abu Hurairah)
   Sanad hadits ini lemah, karena Musa bin Ubaidah dinilai haditsnya lemah oleh sekelompok ulama ahli hadits, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tahdzib, 10/318-320. Beliau ini seorang yang shahih dan ahli ibadah, akan tetapi lemah dalam periwayatan hadits.
   Al-Hafizh dalam kitab Taqrib-nya mengatakan, “Dha'if.”
  Hadits yang sah tentang hal ini adalah riwayat yang menjelaskan bahwa Rasulullah bersabda kepada seorang lelaki dari suku Bahilah dalam hadits yang panjang, dalam hadits yang panjang tersebut terdapat kalimat:
“Berpuasalah pada bulan kesabaran yaitu Ramadhan. (HR. Imam Ahmad dengan sanad yang shahih).
   Hadits yang lain yaitu hadits yang diriwayatkan lewat jalur Abu Hurairah dari Nabi, beliau bersabda tentang bulan Ramadhan:
bulan kesabaran (Ramadhan)”
   Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (2/263, 384 dan 513), juga dikeluarkan oleh Imam an-Nasa'i (3/218-210). Dan Hadits lain lewat jalur periwayatan a'rabiyun sebagaimana dalam Majma'uz Zawaid (3/196) oleh al-Haitsami.
Ketujuh
“Awal bulan Ramadhan itu adalah rahmat, tengahnya adalah maghfirah (ampunan) dan akhirnya merupakan pembebasan dari api neraka” (HR. Ibnu Abi Dunya, Ibnu Asakir, Dailami dan lain-lain lewat jalur periwayatan Abu Hurairah)
   Hadits ini sangat lemah. Silakan lihat kitab Dha'if Jami'us Shagir, no. 2134 dan Faidhul Qadir, no. 2185
 Kedelapan
Orang yang berpuasa itu tetap dalam kondisi beribadah meskipun dia tidur di atas kasurnya.” (HR. Tamam)
   Sanad hadits ini dha'if, karena dalam sanadnya terdapat Yahya bin Abdullah bin Zujaj dan Muhammad bin Harun bin Muhammad bin bakar bin Hilal. Kedua oran ini tidak ditemukan keterangan tentang jati diri mereka dalam kitab Jarh wat Ta'dil (yaitu kitab -kitab yang berisi keterangan tentang cela atau cacat ataupun pujian terhadap para rawi). Ditambah lagi, dalam sanad hadits ini terdapat perawi yang bernama Hasyim bin Abu Hurairah al Himshi. Dia seorang perawi yang majhul (tidak diketahui keadaan dirinya), sebagaimana dijelaskan oleh adz-Dzahabi dalam kitab beliau Mizanul I'tidal. Imam Uqaili mengatakan, “Orang ini haditsnya mungkar”
Kesembilan
“Dari Ibnu Abbas, beliau mengatakan, “Rasulullah apabila hendak berbuka, beliau mengucapkan :
Wahai Allah! Untuk-Mu kami berpusa dan dengan rezeki dari-Mu kami berbuka, “Ya Allah ! Terimalah amal kami! Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Diriwayatkan oleh Daruquthni dalam kitab Sunan beliau, Ibnu Sunni dalam kitab 'Amalul Yaumi wal Lailah, no. 473 dan Thabrani dalam kitab al-Mu'jamul Kabir)
   Sanad hadits ini sangat lemah (dha'ifun jiddan), karena :
   Pertama, ada seorang rawi yang bernama Abdul Malik bin Harun 'Antarah. Orang ini adalah seseorang rawi yang sangat lemah.
-       Imam Ahmad mengatakan, “Abdul Malik itu dha'if.”
-       Imam Yahya, “Dia seorang pendusta (kadzdzab)
-       Sementara Ibnu Hibban mengatakan, “Dia seorang pemalsu hadits.”
-       Imam Sa'di mengatakan, “Dajjal (pendusta)
-       Imam Dzahabi, “Dia tertuduh sebagai pemalsu hadits.”
-       Imam Abu Hatim mengatakan, “Matruk (orang yang riwayatnya ditinggalkan oleh para Ulama).”
Kedua, dalam sanad hadit ini terdapat juga orang tua dari Abdul Malik yaitu Harun bin 'Antarah. Dia ini seorang rawi yang diperselisihkan oleh para Ulama ahli hadits. Imam Daruquthni menilainya lemah, sedangkan Ibnu Hibban telah mengatakan, “Munkarul hadits (orang yang haditsnya diingkari), sama sekali tidak boleh berhujjah dengannya.”
      Hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Ibnu Qayyim, Ibnu Hajar, al-haitsami dan Syaikh al-Albani dan lain-lain. Silakan para pembaca melihat kitab-kitab ; Mizanul I'tidal (2/666), Majma'uz Zawa'id (3/156 oleh Imam Haitsami), Zadul Ma'ad dalam kitab Shiyam oleh Imam Ibnu Qayyim dan Irwa'ul Ghalil (4/36-39) oleh Syaikh al-Albani).
   Hadits dha'if lainnya tentang doa berbuka yaitu :
“Dari Anas, beliau mengatakan, “Rasulullah apabila berbuka, beliau mengucapkan :
Dengan nama Allah, Ya Allah karena-Mu aku berpuasa dan dengan rezeqi dari-Mu aku berbuka.
   Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitab al-Mu'jamus Shagir, hlm. 189 dan al-Mu'jam Ausath.
   Sanad hadits ini lemah (dha'if), karena
   Pertama, dalam sanad hadits ini terdapat Ismail bin Amar al-Bajali. Dia seorang rawi yang lemah. Imam Dzahabi mengatakan dalam kitab adh-Dhu'afa, “Bukan hanya satu orang saja yang melemahkannya.”
   Imam Ibnu 'Adi mengatakan, “Orang ini sering membawakan hadits-hadits yang tidak boleh diikuti.”
   Imam Abu Hatim mengatakan, “Orang ini lemah.”
   Kedua, dalam sanadnya terdapat Dawud bin az-Zibriqan. Syaikh al-Albani mengatakan, “Orang ini lebih jelek daripada Ismail bin Amr al-Bajali.”
   Sementara itu, Imam Abu Dawud memasukkan orang ini ke golongan orang matruk (orang yang riwayatnya ditinggalkan oleh para Ulama ahli hadits.).
   Imam Ibnu 'Adi mengatakan, “Biasanya apa yang diriwayatkan oleh orang ini tidak boleh diikuti.” (lihat, Mizanul I'tidal, 2/7)
   Masih tentang doa berbuka, ada hadits dha'if lainnya yang senada yaitu :
“Dari Mu'adz bin Zuhrah, telah sampai kepadanya bahwa Rasulullah apabila hendak berbuka, beliau mengucapkan : Ya Allah, karena-Mu berpuasa dan dengan rezeki dari-Mu aku berbuka.
   Hadits ini dha'if (lemah). Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 2358, al-baihaqi, 4/239, Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Sunni. Lafazh hadits ini sama dengan hadits sebelumnya, hanya beda dalam kalimat awalnya. Hadits ini lemah karena ada dua penyebab :
   Pertama, mursal[1]. Karena Mu'adz bin Zuhrah, seorang tabi'in bukan sahabat Rasulullah.
   Kedua, juga karena Mu'adz bin Zuhrah ini seorang rawi yang majhul, tidak ada yang meriwaytkan hadits darinya selain Hushain bin bdurrahman. Sementara Ibnu Abi Hatim dalam kitab beliau Jarh wat Ta'dil tidak menerangkan tentang celaan maupun pujian untuknya.
   Sebatas yang saya ketahui, tidak ada satu riwayat pun yang sah tentang doa berbuka puasa kecuali riwayat dibawah ini :
“Dari Ibnu Umar, adalah Rasulullah apabila berbuka puasa, beliau mengucapkan :
Dahaga telah lenyap, urat-urat telah basah dan pahala atau ganjaran tetap ada Insya Allah.
   Hadits ini hasan riwayat Abu Dawud, no. 2357; Nasa'i, 2/66; Daruquthni, ia mengatakan, “Sanad hadits ini hasan.” al-Hakim, 1/422 dan Baihaqi, 4/239. Syaikh al-Albani sepakat dengan penilai Daruquthni terhadap hadits ini.
   Sebatas yang saya ketahui, semua rawi (orang yang meriwayatkan) hadits ini adalah tsiqah (terpercaya) kecuali Hasan bin Waqid. Dia seorang rawi yang tsiqah namun memilki sedikit kelemahan sehingga tepatlah kalau sanad hadits ini dinilai hasan.
Kesepuluh
“Barangsiapa yang ber'itikaf pada sepuluh hari (terakhir) bulan Ramadhan, maka dia seperti telah menunaikan haji dan umrah dua kali.”
   Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab beliau Syu'abul Iman dari Husain bin Ali bin Thalib. Hadits ini maudhu' (palsu).
   Syaikh al-Albani dalam kitab belaiu Dha'if Jami'is Shagiir, no. 5460, mengatkan, “Maudhu.” Kemudian beliau menjelaskan penyebab kepalsuan hadit ini dalam kitab Silsilah adh-Dha'ifah, no. 158
   Hadits dh'if lain yang hampir senada yaitu :
“Barang siapa yang beri'tikaf atas dasar keimanan dan mengharapkan pahala, maka dia diampuni dosanya yang telah lewat.
   Hadits dha'if riwayat Dailami dalam Musnad Firdaus. Al-Munawi, dalam kitab beliau Faidhul Qadhir, Syarah Ja'mi' Shagir (6/74, no. 8480) mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat rawi yang tidak diketahui.
Kesebelas
“Sekiranya manusia mengetahui apa yana ada pada bulan Ramadhan, niscaya semua umatku berharap agar Ramadhan itu sepanjang tahun.”
   Maudhu'. Ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, no. 1886 lewat jalur periwayatan Jarir bin Ayyub al Bajali, dari asy-Sya'bi dari Nafi' bin Burdah, dari Abu Mas'ud al-Ghifari- ia mengatakan, “Suatu hari aku mendengar Rasulullah pernah bersabda, “(lalu beliau menyebutkan hadits di atas).
   Imam Ibnul Jauzi membawakan hadits di atas dalam kitab beliau al-Maudhu'at, 2/189 lewat jalur periwayatan Jarir bin Ayyub al Bajali dari Sya'bi dari Nafi' bin Burdah dan Abdullah bin Mas'ud. Kemudian beliau mengatakan, “Hadits ini maudhu' (palsu) dipalsukan atas nama Rasulullah. Orang yang tertuduh telah memalsukan hadits ini adalah Jarir bin Ayyub.
   Yahya mengatakan, “Orang-orang ini tidak ada apa-apanya (laisa bi sya-in)
   Fadhl bin Dukain mengatakan, “ Dia termasuk orang yang biasa memalsukan hadits.”
   An-Nasa'i dan Daruqthni mengatakan, “ Matruk (orang yang haditsnya tidak dianggap)
   Imam Syaukani dalam kitab al-Fawaidul Majmu'ah Fil Ahaditsil Maudhu'ah, no. 254 mengomentari hadits diatas, “Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya'la lewat jalur Abdullah bin Mas'ud secara marfu'. Hadits ini maudhu' (palsu). Kerusakannya ada pada Jarir bin Ayyub dan susunan lafazhnya merupakan susunan yang biasa dinilai oleh akal bahwa itu hadits palsu.
Kedua belas
“Tidak ada bulan yang datang kepada kaum Muslimin yang lebih baik daripada Ramadhan. Dan tidak datang kepada kaum Munafiqin bulan yang lebih buruk  daripada bulan Ramadhan.
   Hadits ini dha'if. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (2/330, Fathurrabbani, 9/231-232), Ibnu Khuzaimah, no. 1884 dan lain-lainnya. Semua riwayat ini melalui jalur Katsir bin Zaid dari Amr bin Tamim dari bapaknya dari Abu Hurairah secara marfu'.
   Al-Haitsami dalam kitabya Majma'uz Zawaid, 3/140-141 mengatakan, “Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani dalam kitanya al-Ausath dari Tamim dan aku tidak menemukan riwayat hidup Tamim.” Maksudnya Tamim (bapaknya Amr) seorang perawi yang majhul (tidak dikenali)
   Dalam kita Mizanul I'tidal, 3/249, adz-Dzahabi mengatakan, “Amr bin Tamim dari bapaknya dari Abu Hurairah tentang keutamaan bulan Ramadhan. Dan dari Amr, hadits ini diriwayatkan oleh Katsir bin Zaid. Tentang Mar bin Tamim, Imam Bukhari mengatakan, “Haditsya perlu diteliti (Fi Haditsil nazhar)
   Ini adalah salah satu istilah Imam Bukhari dalam mengkritik dan menerangkan cacat perawi yang sangat halus akan tetapi makna dan maksudnya dalam sekali. Apabila Imam Bukhari mengatakan, “Fiihi Nazhar atau fi haditsil nazhar, maka perawi itu derajatnya lemah atau bahkan sangat lemah.”
Ketiga belas
“Barangsiapa yang memilki tanggungan shaum (puasa) Ramadhan, maka hendaknya dia mengqadha'nya dengan cara berturut-turut dan tidak diputus-putus (selang-seling).
   Hadits ini dha'if. Hadits ini diriwayatkan oleh Daruquthni dalam Sunannya, 2/191-192 dan al-Baihaqi dalam Sunan beliau, 2/259 lewat jalur Abdurrahman dari bapaknya dari Abu Hurairah (ia mengatakan), rasulullah bersabda : (seperti hadits diatas).
   Sanad hadits ini dha'if, karena Abdurrahman bin Ibrahim al Qash adalah seorang rawi yang dha'if.
   Ad-Daruquthni mengatakan, Abdurrahman bin Ibrahim al Qash adalah Idha'iful hadits (orang yang haditsnya lemah).”
   Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Talkhisul Habir, 2/260, no. 920 mengatakan, Ibnu Abi Hatim telah menerangkan bahwa bapaknya yaitu Abu Hatim telah mengingkari hadits ini karena Abdurrahman.”
   Al-Baihaqi mengatakan, “Dia (Abdurrahman bin Ibrahim al Qash) telah dinilai lemah oleh Ibnu Ma'in, Nasa'i dan Daruquthni”
   Adz-Dzahabi dalam kitabnya Mizanul I'tidal, 2/545, “Diantara hadits-hadit mungkarnya adalah ...(kemudian beliau membawakan hadits diatas).
   Ada juga hadits dha'if lainnya yang bertentangan dengan hadits dha'if diatas yaitu :
Dari Ibnu Umar, beliau mengatakan, “Sesungguhnya Nabi telah bersabda tentang qadha' Ramadhan, “Jika ia mau, dia bisa mengqadha' dengan dipisah-pisah (selang-seling) dan jika ia mau, dia juga mengqadha'nya secara berturut-turut (tanpa selang-seling).
   Hadits ini dha'if. Hadits ini diriwayatkan oleh Daruquthni, 2/193 lewat jalur periwayatan Sufyan bin Bisyr, ia mengatakan, “Kami telah diberitahu oleh Ali bin Mishar dari Ubaidullah bin Umar dari Nafi dari Ibnu Umar, dia mengatakan : (seperti hadits diatas)
   Sebatas yang saya ketahui, sanad hadits ini dha'if karena Sufyan bin Bisyr adalah seorang perawi yang majhul, sebagaimana teah ditegaskan oleh Syaikh al-Albani, karena beliau tidak mendapatkan riwayat hidupnya. Kemudian Syaikh al-Albani mengatakan, “Ringkasnya tidak ada satu pun hadits marfu' yang sah yang menerangkan (mengqadha' shaum Ramadhan) dengan selang-seling dan tidak juga berturut-turut. Pendapat yang lebih dekat (kepada kebenaran) ialah boleh mengqadha' dengan cara keduanya sebagaimana pendapat Abu Hurairah (Lihat Irwa'ul Ghalil, 4/97).
   Demikian beberapa contoh hadits dha'if bahkan sebagainnya maudhu' yang banyak beredar dan sering diulang-ulang penyampaiannya diatas mimbar pada bulan Ramadhan. Semoga naskah singkat ini tidak lagi menjadikan hadit-hadits ini bisa menjadi pengingat  bagi kita untuk kita untuk tidak lagi menjadikan hadit-hadit diatas sebagai hujjah dalam beramal. Cukuplah bagi kita mengikuti hadits-hadits shahih atau hadits-hadits yang yang layak dijadikan sebagai hujjah. Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk mengikuti Rasulullah dengan cara mengamalkan hadits-hadits tsabit (telah tetap) dari Rasulullah.

                  - Majalah As-Sunnah no. 04-05/Th. XIV



[1]     Hadits mursal yaitu yang diriwayatkan langsung dari Rasulullah oleh tabi'in tanpa perantara Sahabat.