Ahlan wa sahlan bagi pengunjung yang dirahmati Allah sekalian. Dipersilakan bagi pembaca atau pengunjung untuk menyebarkan isi atau meteri dari blog ini dengan menjaga amanat ilmiah, dengan mencantumkan link website ini. Semoga dapat menjadi amal kebaikan kita di akhirat kelak. Aamiin

Kamis, 20 November 2014

Adakah Keutamaan Surat Al-Waqi'ah?




من قرأ سورة { الواقعة } في كل ليلة لم تصبه فاقة أبدا
 
(ضعيف)


Barangsiapa yang membaca surat Al-Waqiah setiap malam, maka ia tidak akan ditimpa kefakiran selama-lamanya.
(Lemah)


Hadits ini dha'if. Al-Harits bin Abu Usamah meriwayatkannya dalam Musnadnya, juga Ibnu Sunni dalam kitab 'Amal al-Yaumi wal-Lailati dengan nomor 674, juga baihaqi dalam kitab asy-Syi'b dengan sanad dari Abu Syuja', dari Abi Thayyibah, dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu.

Sanad hadits ini dha'if. Adz-Dzahabi berkata bahwa Abu Syuja' Nakrah tidak dikenal. Kemudian siapakah Abu Thayyibah? Di kalangan muhadditsin (ulama ahli hadits -ibnu khalid) nama itu tidak dikenal. Karena itu, dalam mengutarakan biografinya adz-Dzahabi dengan tegas menyatakan, “Majhul!” (tidak dikenal identitasnya -ibnu khalid).

Adapun az-Zaila'i berkata, “Kelemahan hadits ini ada empat. Pertama terputusnya sanad (jalur periwayatan -ibnu khalid), seperti yang ditegaskan oleh Daru Quthni. Kedua, munkarnya matan hadits tersebut, seperti yang ditegaskan oleh Ibnul Jauzi. Keempat, ketidakpastian rawi-rawi (periwayat hadits - ibnu khalid) sanadnya, hingga telah menjadikan Imam Ahmad, Abu Hatim, Daru Quthni, Baihaqi, dan sebagainya sepakat memvonis sebagai hadits yang dha'if yang tidak dapat dijadikan hujjah (dalil).

من قرأسورة { الواقعة } كل ليلة لم تصبه فاقة أبدا ومن قرأ كل ليلة { لا أقسم بيوم القيامة } لقي الله يوم القيامة ووجهه في صورة القمر ليلة البدر
(موضوع)
Barangsiapa membaca surat Al-Waqiah setiap malam, maka ia tidak akan tertimpa kefakiran selama-lamanya, dan barang siapa membaca surat laa uqsimu bi yaumil qiyamah setiap malamnya, maka pada hari kiamat nanti ia akan menjumpai Allah dengan wajah bagaikan bulan purnama.
(maudhu)

Hadits ini maudhu'. Ad-Dailami meriwayatkannya dengan sanad dari Ahmad bin Umar al-Yamani dengan sanad dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu.

Hadits ini oleh as-Suyuthi ditempatkan dalam kitab Dzail Ahadits al-Maudhu'ah halaman 177 dengan berkata, “Ahmad bin Umar al-Yamani adalah pendusta.”

من قرأ سورة { الواقعة } وتعلمها لم يكتب من الغافلين ولم يفتقر هو وأهل
بيته
(موضوع)
Barangsiapa membaca surat Al-Waqiah  dan mempelajarinya, maka ia tidak dicatat masuk dalam golongan orang-orang yang lalai, dan dia serta keluarganya tidak akan tertimpa kefakiran.
(Palsu)

Hadits ini maudhu'. As-Suyuthi meriwayatkan dan menempatkannya dalam Kitab Dzail Ahadits al-Maudhu'ah halaman 277, dengan perawi Abi Syekh dengan sanad dari Abdul Quddus bin Habib, dari al-Hasan, dan dari Anas rasdhiyallahu'anhu.

As-Suyuthi berkata, “Abdul Quddus bin Habib tidak diterima riwayatnya oleh para muhadditsin.”

Abdur Razzaq berkata, “Saya belum pernah mendengar Ibnul Mubarak dengan fasih melafzhkan ucapan al-kadzdzab (pendusta) kecuali ketika ucapannya dengan tertuju kepada Abdul Quddus .” Bahkan Ibnu Hibban dengan lantang mengucapakan bahwa dia (Abdul Quddus) ini telah banyak membuat hadits palsu.[1]

Setelah kita mengetahui beberapa hadits diatas bahwa Surat Al Waqi'ah yang sering dibaca sebagian masyarakat tidaklah memiliki landasan yang kuat, bisa jadi mereka mengamalkan hadits diatas. Terdapat perkataan yang patut kita renungkan, Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Sesungguhnya sejelek-sejelek cita-cita adalah jika kamu ingin mencari dunia dengan amalan akhirat [2]. Sufyan ats-Tsauri mengatakan berdasarkan pengalaman dalam bidang ilmiah dan lapangan, besar kemungkinan di jaman beliau telah ada praktek-praktek seperti jaman sekarang ini. Sungguh cita-cita yang rendah untuk mengejar dunia dengan amalan akhirat yang tinggi. Maka bahagia seorang muslim jika beramal shalih ditujukan murni hanya kepada Allah. Rabb kita yaitu Allah Ta'ala menyatakan dalam kitab-Nya:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Artinya: “Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).” (Al Bayyinah: 5). Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di rahimahullah berkata atas tafsir ayat diatas, “Mencari wajah Allah dalam seluruh ibadah, baik yang zahir maupun yang batin, serta ingin mendekat disisi-Nya... .” [3]

Maka seorang muslim dalam segala tindakannya yang dapat mendekatkan diri kepada Allah seyogianya untuk mengikhlaskan hanya kepada Allah demi mendapatkan ganjaran kelak dan mencontoh suri tauladan kita Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Demikian, semoga yang singkat ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Wallahu a'lam. Washallallahu 'wa sallam 'ala nabiyyina muhammadin wa 'alaa aalihi wa shahbihi ajma'iin walhamdulillahi rabbil 'alamiin.


Faiz,
Hamba Allah
Malam yang berkah, Jember
3 Dzulqa'dah 1435 H / 28 Agustus 2014



____________
Footnote
[1] Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu' Jilid 1, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal. 234-236, Gema Insani Press: Jakarta.
[2] Mutiara Hikmah Ulama Salaf [Bagian 24], diunduh dari terjemahkitabsalaf.wordpress.com
[3] Tafsir Al-Qur'an, Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di, hal. 615, Pustaka As-Sahifa: Jakarta