من
قرأ سورة {
الواقعة
}
في
كل ليلة لم تصبه فاقة أبدا
(ضعيف)
Barangsiapa
yang membaca surat Al-Waqiah setiap malam, maka ia tidak akan ditimpa
kefakiran selama-lamanya.
(Lemah)
Hadits ini dha'if.
Al-Harits bin Abu Usamah meriwayatkannya dalam Musnadnya, juga Ibnu
Sunni dalam kitab 'Amal al-Yaumi wal-Lailati dengan
nomor 674, juga baihaqi dalam kitab asy-Syi'b dengan
sanad dari Abu Syuja', dari Abi Thayyibah, dari Ibnu Mas'ud
radhiyallahu'anhu.
Sanad hadits ini
dha'if. Adz-Dzahabi berkata bahwa Abu Syuja' Nakrah tidak dikenal.
Kemudian siapakah Abu Thayyibah? Di kalangan muhadditsin (ulama ahli
hadits -ibnu khalid) nama
itu tidak dikenal. Karena itu, dalam mengutarakan biografinya
adz-Dzahabi dengan tegas menyatakan, “Majhul!” (tidak dikenal
identitasnya -ibnu khalid).
Adapun
az-Zaila'i berkata, “Kelemahan hadits ini ada empat. Pertama
terputusnya sanad (jalur periwayatan -ibnu
khalid), seperti yang ditegaskan oleh Daru
Quthni. Kedua, munkarnya matan hadits tersebut, seperti yang
ditegaskan oleh Ibnul Jauzi. Keempat, ketidakpastian rawi-rawi
(periwayat hadits - ibnu
khalid) sanadnya, hingga telah menjadikan Imam
Ahmad, Abu Hatim, Daru Quthni, Baihaqi, dan sebagainya sepakat
memvonis sebagai hadits yang dha'if yang tidak dapat dijadikan hujjah
(dalil).
من
قرأسورة {
الواقعة
}
كل
ليلة لم تصبه فاقة أبدا ومن قرأ كل ليلة
{
لا
أقسم بيوم القيامة }
لقي
الله يوم القيامة ووجهه في صورة القمر
ليلة البدر
(موضوع)
Barangsiapa
membaca surat Al-Waqiah setiap malam, maka ia tidak akan tertimpa
kefakiran selama-lamanya, dan barang siapa membaca surat laa uqsimu
bi yaumil qiyamah setiap malamnya, maka pada hari kiamat nanti ia
akan menjumpai Allah dengan wajah bagaikan bulan purnama.
(maudhu)
Hadits
ini maudhu'. Ad-Dailami meriwayatkannya dengan sanad dari Ahmad bin
Umar al-Yamani dengan sanad dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu.
Hadits
ini oleh as-Suyuthi ditempatkan dalam kitab Dzail
Ahadits al-Maudhu'ah
halaman 177 dengan berkata, “Ahmad bin Umar al-Yamani adalah
pendusta.”
من
قرأ سورة {
الواقعة
}
وتعلمها
لم يكتب من الغافلين ولم يفتقر هو وأهل
بيته
(موضوع)
Barangsiapa
membaca surat Al-Waqiah dan mempelajarinya, maka ia tidak
dicatat masuk dalam golongan orang-orang yang lalai, dan dia serta
keluarganya tidak akan tertimpa kefakiran.
(Palsu)
Hadits
ini maudhu'. As-Suyuthi meriwayatkan dan menempatkannya dalam Kitab
Dzail Ahadits
al-Maudhu'ah halaman
277, dengan perawi Abi Syekh dengan sanad dari Abdul Quddus bin
Habib, dari al-Hasan, dan dari Anas rasdhiyallahu'anhu.
As-Suyuthi
berkata, “Abdul Quddus bin Habib tidak diterima riwayatnya oleh
para muhadditsin.”
Abdur
Razzaq berkata, “Saya belum pernah mendengar Ibnul Mubarak dengan
fasih melafzhkan ucapan al-kadzdzab
(pendusta)
kecuali ketika ucapannya dengan tertuju kepada Abdul Quddus .”
Bahkan Ibnu Hibban dengan lantang mengucapakan bahwa dia (Abdul
Quddus) ini telah banyak membuat hadits palsu.[1]
Setelah
kita mengetahui beberapa hadits diatas bahwa Surat Al Waqi'ah yang
sering dibaca sebagian masyarakat tidaklah memiliki landasan yang
kuat, bisa jadi mereka mengamalkan hadits diatas. Terdapat perkataan
yang patut kita renungkan, Sufyan ats-Tsauri rahimahullah
berkata,
“Sesungguhnya sejelek-sejelek cita-cita adalah jika kamu ingin
mencari dunia dengan amalan akhirat [2]. Sufyan ats-Tsauri mengatakan
berdasarkan pengalaman dalam bidang ilmiah dan lapangan, besar
kemungkinan di jaman beliau telah ada praktek-praktek seperti jaman
sekarang ini. Sungguh cita-cita yang rendah untuk mengejar dunia
dengan amalan akhirat yang tinggi. Maka bahagia seorang muslim jika
beramal shalih ditujukan murni hanya kepada Allah. Rabb kita yaitu
Allah Ta'ala
menyatakan
dalam kitab-Nya:
وَمَا
أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ
مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا
الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Artinya:
“Padahal
mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya
semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan
shalat, dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus (benar).” (Al
Bayyinah: 5). Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di rahimahullah
berkata
atas tafsir ayat diatas, “Mencari wajah Allah dalam seluruh ibadah,
baik yang zahir maupun yang batin, serta ingin mendekat disisi-Nya...
.” [3]
Maka
seorang muslim dalam segala tindakannya yang dapat mendekatkan diri
kepada Allah seyogianya untuk mengikhlaskan hanya kepada Allah demi
mendapatkan ganjaran kelak dan mencontoh suri tauladan kita Nabi
Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam. Demikian,
semoga yang singkat ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Wallahu
a'lam. Washallallahu 'wa sallam 'ala nabiyyina muhammadin wa 'alaa
aalihi wa shahbihi ajma'iin walhamdulillahi rabbil 'alamiin.
Faiz,
Hamba
Allah
Malam
yang berkah, Jember
3
Dzulqa'dah 1435 H / 28 Agustus 2014
____________
Footnote
[1]
Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu' Jilid 1, Muhammad Nashiruddin
Al-Albani, hal. 234-236, Gema Insani Press: Jakarta.
[2]
Mutiara Hikmah Ulama Salaf [Bagian 24], diunduh dari
terjemahkitabsalaf.wordpress.com
[3]
Tafsir Al-Qur'an, Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di, hal. 615, Pustaka
As-Sahifa: Jakarta