Teks
Hadits
صلاه
بعمامة تعدل خمسا وعشرين صلاة بغير عمامة
وجمعة بعمامة تعدل سبعين جمعة بغير عمامة
إن الملائكة ليشهدون الجمعة معتمين ولا
يزالون يصلون على أصحاب العمائم حتى تغرب
الشمس
(موضوع)
shalat
dengan memakai sorban pahala nya sama dengan shalat dua puluh lima
kali tanpa sorban. Dan shalat jum'at dengan memakai sorban pahala nya
sama dengan tujuh puluh kali shalat jum'at tanpa sorban. sesungguhnya
malaikat mendatangi dan menyaksikan shalat jum'at dengan memakai
sorban dan senantiasa mendoakan para pemakai sorban hingga terbenam
nya matahari.
[palsu]
Hadits
ini maudhu' (palsu) dan telah diriwayatkan oleh Ibnu Najjar, dengan
sanad dari Muhammad bin Mahdi al-Maruzi, dari Abu Basyir bin Sayyar
ar-Ruqi, dari al-Abbas bain Katsir ar-Ruqi, dari Yazid bin Abi Habib.
Ibnu
Hajar dalam kitab Lizanul
Mizan berkata,
“Hadits ini mauduhu'. Saya tidak mendapatkan nama al-Abbas dalam
al-Ghuraba
karya
Ibnu Yunusdan tidak pula dalam penjelasan ileh Ibnu Thahan. Adapun
Abu Basyir bin Sayyyar tidak dijelaskan oleh Abu Ahmad al-Hakim
dalam kitab al-Kina
dan
saya juga tidak mengenal Muhammad bin Mahdi al-Maruzi.”
Ibnu
Hajar melanjutkan, “Mahdi bin Maimun juga tidak saya ketahui, Dia
bukanlah al-Bashiri yang kondang dan yang sangat dikenal sebagai
perawinya Bukhari dan Muslim.” Namun yang pasti, telah dikutip oleh
as-Suyuthi dalam kitab Dzail-Ahadits
al-Maudhu'ah halaman
110, yang juga didukung oleh Ibnu Iraq, halaman 159 jilid II.
Syeikh
Ali al-Qari menyadur dan menempatkan riwayat tersebut dalam deretan
hadits-hadits maudhu' halaman 51, seraya berkata, “Hadits ini
batil.”
Menurut
saya (Syaikh Al-Albani), para pembaca telah mengetahui bahwa apa yang dinyatakan oleh
Ibnu Hajar dalam memvonis riwayat tersebut sebagai hadits maudhu'
adalah dari segi berlebihannya makna. Hal ini mengutamakan perkara
yang tidak dapat diterima oleh akal sehat tentang pahala yang
berlebihan itu. Kalau bukan karena itu, cukuplah jika ia dinyatakan
sebagai hadits dhai'if karena dalam sanadnya tidak terdapat seorang
perawi pun tertuduh. Bila para pembaca telah mengetahui ini, maka
akan mudah mengenali hukum hadits (riwayat) yang berikut ini:
ركعتان
بعمامة خير من سبعين ركعة بلا عمامة
موضوع
Dua
rakaat dengan memakai sorban lebih baik dari tujuh puluh rakaat tanpa
memakai sorban.
[palsu]
Hadits
ini maudhu' (palsu) dan telah diriwayatkan dalam kitab al-Jami'us
Shaghir dengan
perawi Dailami dalam musnadnya al-Firdaus
dengan
sanad dari Jabir radhiyallahu'anhu.
Pensyarah
(penjelas) kitab al-Jami'us
Shaghir berkata,
"Abu Naim juga meriwayatkan dengan serupa sanad dari Jabir
radhiyallahu'anhu.
Namun,
dalam sanadnya (rangkaian periwayatan) terdapat perawi (yang
meriwayatkan) bernama Thariq bin Abdur Rahman yang oleh adz-Dzahabi
telah ditempatkan dalam deretan dhu'afa (para pemilik hafalan yang
lemah)." Kemudian Imam Nasa'i berkata, "Ia bukan perawi
yang kuat." Adapun al-Hakim menyatakan, "Ia jelek sekali
hafalannya."
Menurut
saya (Syaikh Al-Albani), nama Thariq bin Abdur Rahman ini ada dua
orang. Pertama, al-Bajali al-Kufi yang telah meriwayatkan dari Said
bin Musayyab dan lain-lain. Ia sangat kuat dan dapt dipercaya serta
termasuk perawi Bukhari dan Muslim. Kedua, al-Quraisyi al-Hijazi yang
telah meriwaytkan dari Ala bin Abdur Rahman. Adz-Dzahabi berkata,
"Orang ini nyaris tidak dipedulikan kalangan pakar hadits."
An-Nasa'i berkata, "Ia bukan perawi kuat dan tidak dapat
dipercaya."
Tampaknya
yang menjadikan hadits ini maudhu' (palsu) adalah karena terdapatnya
Thariq bin Abdur Rahman al-Qurasyi al-Hijazi ini dalam sandnya.
Sebab, al-Bajali al-Kufi dalam Biografinya oleh Ibnu Hibban
dikelompokkan ke dalam deretan perawi-perawi tsiqah
(hafalan
kuat).
Tentang
riwayat Abu Naim saya sendiri tidak menelusuri sanadnya, dan tidak
pula mendapatkannya dalam kitab al-Bughayah
fi Tartibi Ahaditsil Huliyah karangan
Muhammad bin Shiddiq al-Ghamari. Namun, saya mendapatkan riwayat itu
dalam bentuk tulisan tangan (khath) al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali
dalam lembaran syarah sahih Tirmidzi II/83. Dalam syarah (penjelasan)
ini disebutkan ketika Imam Ahmad ditanya tentang riwayat tersebut ia
menjawab, "Ini adalah riwayat batil (tidak benar) dan dusta."
Saya
(pemilik blog) berkata, cukuplah seeorang muslim untuk mencontoh Nabi
shallallahu
'alaihi wa sallam tatkala
hendak mendirikan Shalat untuk mengenakan penutup kepala, baik
disebut peci, songkok, kopyah dan yang semisalnya, karena pada jaman
Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam memiliki
adat penutup kepala seperti sorban. Adapun dewasa ini masyarakat
Indonesia biasa mengenakan penutup kepala yang familiar dikenakan
oleh masyarakat. Wallahu
a'lam
Al-Albani, M. N. Silsilah
Hadits Dha'if dan Maudhu' Jilid 1. Alih
bahasa oleh A.M Basalamah. 1995. Jakarta: Gema Insani Press.