Ahlan wa sahlan bagi pengunjung yang dirahmati Allah sekalian. Dipersilakan bagi pembaca atau pengunjung untuk menyebarkan isi atau meteri dari blog ini dengan menjaga amanat ilmiah, dengan mencantumkan link website ini. Semoga dapat menjadi amal kebaikan kita di akhirat kelak. Aamiin

Senin, 27 Januari 2014

Yasin, jantungnya Al-Qur-an?




إن لكل شيئا قلبا وإن قلب القرآن ( يس ) من قرأها فكأنما قرأ القرآن عشر مرات
(موضوع)


Sesungguhnya segala sesuatu mempunyai jantung, sedangkan jantung nya Al-Qur'an adalah surat Yasin. Barangsiapa membacanya, seperti ia membaca Al-Qur'an sepuluh kali.
[palsu]


Hadits ini maudhu' (palsu). Ia diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi IV/46, dan Darimi II/ 456, dengan sanad dari Humaid bin Abdur Rahman, dari Hasa bin Saleh, dari Harun Abu Muhammad, dari Muqatil bin Hayyan dari Qatadah, dari Anas radhiyallahu'anhu.
Imam Tirmidzi berkata, “Hadits ini adalah hasan gharib (asing). Kami tidak mengenalinya kecuali dengan sanad tunggal ini. Dan Harun Abu Muhammad adalah majhul (tidak diketahui identitasnya).”
Para pakar seperti Ibnu Katsir dalam tafsirnya III/563, Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Tahdzib dan al-Mundziri dalam kitab at-Tarhib II/322 menyatakan riwayat tersebut gharib (asing). Namun, Ibnu Abi Hatim dalam kitabnya al-'Ilal berkata, “Saya tanyakan hadits tersebut kepada Muqatil bin Sulaiman? Sungguh aku telah melihat hadits tersebut pada awal kitab yang dipalsukan oleh Muqatil bin Sulaiman da hadits itu adalah palsu tak bersumber.”
Ada kekliruan di kalangan sebagian perawi hadits, dalam hal ini Tirmidzi dan ad-Darimi, karena pada periwayat yang dikeluarkan kedua perawi itu dalam sanadnya tertulis seoragn bernama Muqatil bin Hayan. Menurut Saya (Syaikh Al-Albani), yang benar adalah Muqatil bin Sulaiman. Inilah yang masyhur di kalangan mayoritas pakar hadit sebagai perawi dha'if (memiliki hafalan yang lemah), sedangkan di kalangan sebagian pakar lainnya dikenal sebagai pemalsu riwayat.
Intisarinya, bila ternayata sanad yang ada pada Tirmidzi dan ad-Darimi itu benar adanya, yakni ada orang yang bernama Muqatil bin Hayan, maka Waki' telah memvonisnya sebagai perawi kadzdzab (pendusta). Namun vonis tersebut oleh adz-Dzahabi dinilai bahwa yang dimaksud Waki' adalah Muqatil bin Sulaiman. Bila benar demikian, yakni dalam sanadnya terdapat Muqatil bin Sulaiman, makatelah dapat dipastikan riwayat hadits diatas adalah maudhu', karena memang dia telah divonis oleh mayoritas pakar hadits sebagai pemalsu riwayat.
Wallahu a'lam bis Shawab
Al-Albani, M. N. Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu' Jilid 1. Alih bahasa oleh A.M Basalamah. 1995. Jakarta: Gema Insani Press, hal. 151

Kamis, 09 Januari 2014

Shalat dengan Sorban



Teks Hadits
صلاه بعمامة تعدل خمسا وعشرين صلاة بغير عمامة وجمعة بعمامة تعدل سبعين جمعة بغير عمامة إن الملائكة ليشهدون الجمعة معتمين ولا يزالون يصلون على أصحاب العمائم حتى تغرب الشمس
(موضوع)

shalat dengan memakai sorban pahala nya sama dengan shalat dua puluh lima kali tanpa sorban. Dan shalat jum'at dengan memakai sorban pahala nya sama dengan tujuh puluh kali shalat jum'at tanpa sorban. sesungguhnya malaikat mendatangi dan menyaksikan shalat jum'at dengan memakai sorban dan senantiasa mendoakan para pemakai sorban hingga terbenam nya matahari.
[palsu]


      Hadits ini maudhu' (palsu) dan telah diriwayatkan oleh Ibnu Najjar, dengan sanad dari Muhammad bin Mahdi al-Maruzi, dari Abu Basyir bin Sayyar ar-Ruqi, dari al-Abbas bain Katsir ar-Ruqi, dari Yazid bin Abi Habib.
    Ibnu Hajar dalam kitab Lizanul Mizan berkata, “Hadits ini mauduhu'. Saya tidak mendapatkan nama al-Abbas dalam al-Ghuraba karya Ibnu Yunusdan tidak pula dalam penjelasan ileh Ibnu Thahan. Adapun Abu Basyir bin Sayyyar tidak dijelaskan oleh Abu Ahmad al-Hakim dalam kitab al-Kina dan saya juga tidak mengenal Muhammad bin Mahdi al-Maruzi.”
     Ibnu Hajar melanjutkan, “Mahdi bin Maimun juga tidak saya ketahui, Dia bukanlah al-Bashiri yang kondang dan yang sangat dikenal sebagai perawinya Bukhari dan Muslim.” Namun yang pasti, telah dikutip oleh as-Suyuthi dalam kitab Dzail-Ahadits al-Maudhu'ah halaman 110, yang juga didukung oleh Ibnu Iraq, halaman 159 jilid II.
Syeikh Ali al-Qari menyadur dan menempatkan riwayat tersebut dalam deretan hadits-hadits maudhu' halaman 51, seraya berkata, “Hadits ini batil.”
      Menurut saya (Syaikh Al-Albani), para pembaca telah mengetahui bahwa apa yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam memvonis riwayat tersebut sebagai hadits maudhu' adalah dari segi berlebihannya makna. Hal ini mengutamakan perkara yang tidak dapat diterima oleh akal sehat tentang pahala yang berlebihan itu. Kalau bukan karena itu, cukuplah jika ia dinyatakan sebagai hadits dhai'if karena dalam sanadnya tidak terdapat seorang perawi pun tertuduh. Bila para pembaca telah mengetahui ini, maka akan mudah mengenali hukum hadits (riwayat) yang berikut ini:
ركعتان بعمامة خير من سبعين ركعة بلا عمامة
موضوع
Dua rakaat dengan memakai sorban lebih baik dari tujuh puluh rakaat tanpa memakai sorban.
[palsu]
Hadits ini maudhu' (palsu) dan telah diriwayatkan dalam kitab al-Jami'us Shaghir dengan perawi Dailami dalam musnadnya al-Firdaus dengan sanad dari Jabir radhiyallahu'anhu.
      Pensyarah (penjelas) kitab al-Jami'us Shaghir berkata, "Abu Naim juga meriwayatkan dengan serupa sanad dari Jabir radhiyallahu'anhu. Namun, dalam sanadnya (rangkaian periwayatan) terdapat perawi (yang meriwayatkan) bernama Thariq bin Abdur Rahman yang oleh adz-Dzahabi telah ditempatkan dalam deretan dhu'afa (para pemilik hafalan yang lemah)." Kemudian Imam Nasa'i berkata, "Ia bukan perawi yang kuat." Adapun al-Hakim menyatakan, "Ia jelek sekali hafalannya."
      Menurut saya (Syaikh Al-Albani), nama Thariq bin Abdur Rahman ini ada dua orang. Pertama, al-Bajali al-Kufi yang telah meriwayatkan dari Said bin Musayyab dan lain-lain. Ia sangat kuat dan dapt dipercaya serta termasuk perawi Bukhari dan Muslim. Kedua, al-Quraisyi al-Hijazi yang telah meriwaytkan dari Ala bin Abdur Rahman. Adz-Dzahabi berkata, "Orang ini nyaris tidak dipedulikan kalangan pakar hadits." An-Nasa'i berkata, "Ia bukan perawi kuat dan tidak dapat dipercaya."
      Tampaknya yang menjadikan hadits ini maudhu' (palsu) adalah karena terdapatnya Thariq bin Abdur Rahman al-Qurasyi al-Hijazi ini dalam sandnya. Sebab, al-Bajali al-Kufi dalam Biografinya oleh Ibnu Hibban dikelompokkan ke dalam deretan perawi-perawi tsiqah (hafalan kuat).
     Tentang riwayat Abu Naim saya sendiri tidak menelusuri sanadnya, dan tidak pula mendapatkannya dalam kitab al-Bughayah fi Tartibi Ahaditsil Huliyah karangan Muhammad bin Shiddiq al-Ghamari. Namun, saya mendapatkan riwayat itu dalam bentuk tulisan tangan (khath) al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali dalam lembaran syarah sahih Tirmidzi II/83. Dalam syarah (penjelasan) ini disebutkan ketika Imam Ahmad ditanya tentang riwayat tersebut ia menjawab, "Ini adalah riwayat batil (tidak benar) dan dusta."
      Saya (pemilik blog) berkata, cukuplah seeorang muslim untuk mencontoh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala hendak mendirikan Shalat untuk mengenakan penutup kepala, baik disebut peci, songkok, kopyah dan yang semisalnya, karena pada jaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki adat penutup kepala seperti sorban. Adapun dewasa ini masyarakat Indonesia biasa mengenakan penutup kepala yang familiar dikenakan oleh masyarakat. Wallahu a'lam

Al-Albani, M. N. Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu' Jilid 1. Alih bahasa oleh A.M Basalamah. 1995. Jakarta: Gema Insani Press.