Ahlan wa sahlan bagi pengunjung yang dirahmati Allah sekalian. Dipersilakan bagi pembaca atau pengunjung untuk menyebarkan isi atau meteri dari blog ini dengan menjaga amanat ilmiah, dengan mencantumkan link website ini. Semoga dapat menjadi amal kebaikan kita di akhirat kelak. Aamiin

Selasa, 17 Desember 2013

Apakah mengusap leher ketika berwudhu?



Teks Hadits:
مسح الرقبة أمان من الغل
( موضوع )
Mengusap leher waktu berwudhu dapat menyelamatkan dari belenggu pada hari kiamat kelak.”
(Palsu)


     Ini hadits maudhu' (palsu). Imam Nawawi (pengarang kitab Riyadhus Shalihin) dalam kitab al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab I/465, berkata, “Ini adalah hadits maudhu' dan bukan dari Nabi shallallahu 'alahi wasallam.
Ibnu Hajar (pengarang kitab Bulughul Maram) dalam kitab Talkhis al-Habir I/433, berkata, “ Abu Muhammad al-Juwaini menyatakan bahwa pakar hadits tidak meridhai dan tidak menerima sanadnya.”
Menurut Syaikh Al-Albani, semua hadits tentang keharusan membasuh leher saat berwudhu adalah munkar. Di samping lemahnya sanad dan kemajhulan (ketidaktahuan identitas) perawinya, juga sangat jelas hal itu bertentangan dengan hadits-hadits sahih yang mengisahkan tentang bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berwudhu', yang tidak satu pun diantaranya menyebutkan bahwa beliau pun mengusap lehernya tatkala berwudhu.
     Adapun hadits yang menggambarkan sifat wudhu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam secara global adalah:
Dari Humran-bekas budak Utsman bin Affan-bahwasanya dia pernah melihat Utsman meminta air untuk berwudhu. Lalu dia menuangkan air ke tangannya dan mencucinya tiga kali. Lalu memasukkan tangan kanannya ke dalam air wudhu. Kemudian beliau berkumur, menghirup air ke hidung, dan menyemburkannya lalu membasuh muka tiga kali, membasuh kedua tangannya hingga siku tiga kali, lale mengusap kepalanya, lalu membasuh kedua kakinya tiga kali. Utsman lalu berkata: “Saya melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu seperti wudhukuu ini dan bersabda: “Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini lalu shalat dua rakaat dan tidak berhadats di dalamanya niscaya dosanya yang telah lalu diampuni oleh Allah.” _HR. Bukhari dan Muslim
Makna Global:
     Hadits yang mulia ini mencakup sifat-sifat wudhu Nabi shallallahu 'laihi wasallam yang sempurna.
     Sedangkan Utsman radhiyallahu'anhu, karena pengetahuan dan pemahaman yang baik, mengajarkan kepada manusia sifat-sifat wudhu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan cara praktik agar pemahaman mereka mendalam dan menyempurnakan gambaran dalam ingatan mereka.
     Setelah selesai berwudhu dengan sempurna, Utsman juga memberitahukan bahwa barangsiapa yang berwudhu seperti wudhunya tersebut lalu shalat dua rakaat, dengan menghadirkan hari di hadapan Rabb 'Azza wa Jalla, maka Allah dengan segala keutamaan Yang Maha Tinggi akan memberikan balasan atas wudhu yang sempurna dan shalat yang ikhlas ini dengan mengampuni dosa-dosa yang telah lalu.
Manfaat Hadits:
  1. Adanya pensyariatan membasuh kedua tangan tiga kali sebelum memasukkannya ke dalam air wudhu ketika berwudhu.
  2. Mendahulukan bagian kanan dalam mengambil air wudhu untuk membasuh bagian-bagiannya.
  3. Pensyariatan berkumur-kumur, istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) sesuai urutan ini. Tidak adal perbedaan pendapat tentang pensyariatannya, tetapi terjadi perbedaan pendapat dengan wajibnya dan seperti yang telah dijelaskan adalah bahwa hal tersebut benar.
  4. Membasuh wajah tiga kali. Batasannya adalah dari tempat tumbuhnya rambut (pangkal rambut) di kepala sampai ke janggut secara vertikal, lalu dari telinga lain secara horizontal. Berkumur dan istinsyaq juga dilakukan tiga kali, karena hidung dan mulut termasuk bagian dari wajah. Sedangkan 'wajah' menurut orang Arab adalah apa yang termasuk dalam permukaan ketika mengahadap ke depan.
  5. Membasuh kedua tangan sampai kedua siku-siku tiga kali.
  6. Mengusap keseluruhan kepala satu kali. Caranya menghadapkan kedua telapak tangan ke kepala lalu mengusapnya.
  7. Membasub kedua kaki sampai mata kaki tiga kali.
  8. Wajibnya terrtib/urut dalam melakukan hal tersebut. Allah menyisipkan perintah mengusap kepada diantara perintah membasuh anggota wudhu' yang lain. Tentang kepala yang termasuk dibasuh memiliki catatan tersendiri tentang tertib bagian-bagian wudhu'
  9. Sifat ini merupakan sifat wudhu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam secara sempurna
  10. Pensyariatan shalat secara berwudhu
  11. Sebab lengkap dan sempurnanya shalat adalah dengan hadirnya hati didepan Allah Ta'ala, yang mengandung anjuran untuk ikhlas, dan peringatan tentang tidak diterimanya shalat orang yang lengah, yang masih memikirkan urusan dunia, tidak melakukan shalat. Dan barangsiapa yang ketika shalat tiba-tiba muncul pikiran tentang duniawi lalu dia berusaha kuat untuk menyingkirkan pikiran tersebut, inilah yang akan mendapat pahala.
  12. Keutamaan berwudhu secara sempurna, karena ia sebagai penghapus dosa-dosa.
  13. Pahala yang dijanjikan bagi orang-orang yang melakukan keseluruhan urutan dunia ini, yakni berwudhu seperti yang telah dijelaskan dan shalat dua rakaat sesudahnya, dan tidak cukup hanya dengan melakukan salah satunya, kecuali ada dalil lain. Para ulama telah mengkhususkan bahwa dosa-dosa besar tidak dapat diampuni kecuali dengan taubat sebagaimana firman Allah,
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلاً كَرِيماً
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar diantara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil). (QS. An-Nisa': 31). Wallahu a'lam

Daftar Pustaka: 
Bassam, A. Syarah Hadits Hukum Bukhari Muslim, Alih bahasa oleh: Arif Wahyudi, dkk. 2010. Pustaka As-Sunnah: Jakarta
Al-Albani, M. N. Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu' Jilid 1. Alih bahasa oleh A.M Basalamah. 1995. Jakarta: Gema Insani Press, Hlm. 79-80

Rabu, 04 Desember 2013

Berdzikir dengan alat tasbih, Betulkah?


Teks Hadits:
نعم المذكر السبحة.
( موضوع )
Sebaik-baik alat untuk berdzikir adalah tasbih
[palsu]


     Hadits ini maudhu' (palsu). Telah diriwayatkan oleh ad-Dailami dalam kitabnya Musnad al-Firdaus.
     Menurut saya, sanad hadits tersebut dari awal hingga akhir semuanya gelap, sebagian majhul (tidak diketahui identitasnya) dan sebagainya lagi tercela. Kemudian Ummu al-Hasan binti Ja'far tidak ada biografinya, sedangkan Abdu Somad bin Musa telah disebutkan oleh adz-Dzahabi dalam kitab al-Mizan seraya mengutip pertanyaan al-Khatib yan berkata bahwa para ulama telah menyatakannya sebagai perawi lemah. Kemudian lebih jauh lagi adz-Dzahabi berkata, “Abdus Somad juga terbukti meriwayatkan hadits-hadits mungkar dari kakeknya, Muhammad bin Ibrahim.”
Menurut saya, barangkali itulah kelemahan hadits ini dari segi sanadnya. Namun maknanya adalah batil. Alasannya sebagai berikut:
  1. Tasbih (rosario: alat yang digunakan untuk bertasbih, tahmid, atau takbir; penj) itu tidak dikenal di jaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Jadi merupakan sesuatu yang baru dan hal sangat mustahil jika Rasulullah memerintahkan (menganjurkan) sesuatu pekerjaan dengan menggunakan alat yang beliau dan para sahabatnya tidak mengetahuinya. Lagi pula kata itu asing dalam bahasa arab.
  2. Riwayat tersebut sangat bertentangan dengan hadits shahih yang mengisahkan bahwa Rasulullah bertasbih dengan tangan kanannya, dan dalam riwayat lain disebutkan dengan menggunakan jari-jemarinya.
     Ada sebuah polemik tentang penggunaan tasbih ini. Dikemukakan oleh asy-Syaukani bahwa terbukti ada hadits ini yang menerangkan bahwa penggunaaan batu kecil untuk menghitung dalam bertasbih telah diriwayatkan oleh para sahabat dan dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Jadi, berarti tidak ada perbedaan bertasbih menggunakan tasbih, bebatuan (batu kecil) tangan atau jari-jemari.
Menurut saya, kita akan segera membenarkannya dengan menerima pernyataan itu, bila terbukti hadits-hadits yang dijadikan landasan itu sahih.
Singkatnya, kedua hadits yang dijadikan landasan oleh asy-Syaukani itu dirwayatkan oleh as-Suyuthi dalam risalahnya.
  1. Dikisahkan dari Saad bin Waqash bahwa suatu ketika ia bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjumpai wanita tengah menghitung-hitung batu kecil di tangannya, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, “Maukah aku tunjukkan yang lebih mudah bagimu dari ini atau yang lebih afdal (utama) ?” Lalu beliau bersabda, “Ucapkanlah subhanallah sebanyak mungkin...dan seterusnya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, al-Hakim, dari sanad Umar bin Harits dari Said bin Hilal dari Khuzaimah). Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan. Sedang al-Hakim berkata, “ Hadits ini sahih sanadnya.” Mulanya adz-Dzahabi menyepakati pernyataan kedua rawi, namun ternyat salah. Sebab dalam kitab al-Mizan, adz-Dzahabi menyatakan bahwa Khuzaimah itu majhul. Kami tidak mengetahui tepatnya sebab ia meriwayatkan secara tunggal dari Said bin Hilal. Peryataan demikian juga diutarakan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Taqrib. Bahkan oleh Imam Ahmad telah dinyatakan (bahwa Khuzaimah) sebagai tukang campur aduk riwayat. Kalau begitu, mana kesahihan ataupun kehasanan hadits tersebut ?
  2. Hadits ini diriwayatkan oleh Shafiyah. Dikisahkan bahwa suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke rumah menjumpai Shafiyah, istrinya yang ditangannya ada empat ribu batu kecil. Kemudian beliau bertanya, “Apa gerangan yang ada di tanganmu wahai kekasihku ?” Aku (Shafiyah) menjawab, “Aku gunakan untuk bertasbih.” Beliau bersabda, “Sungguh aku bertsbih lebih dari jumlah yang ada padamu itu.” Aku katakan pada beliau, “Kalau begitu ajarilah akau wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Ucapkanlah subhanallah sebanyak makhluk yang telah diciptakan Allah (maksudnya sebanyak mungkin; penj)” (HR Tirmidzi, al-Hakim, dan lain-lain). Kemudian Tirmidzi berkata, Hadits ini gharib (asing). Kami tidak mengetahuinya kecuali hanya satu sanad.”
     Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya at-Taqrib berkata, “Hadits ini dha'if, dan Kunanah (seorang sanadnya) majhul (tidak dikenal) serta tidak ada yang menguatkannya kecuali Ibnu Hibban (yang dikenal sebagai di kalangan pakar hadits sebagai orang yang ringan dalam menguatkan hadits; penj)”
   Selanjutnya, sebagai bukti akan kelemahan kedua hadits tadi adalah karena ia bertentangan dengan hadits shahih yang warid dalam sahih Muslim, 83-84, Tirmidzi IV/274 dengan menshahihkannya, dan Ibnu Majah I/23, serta musnad Imam Ahmad 6, 325, 429. Di samping itu, terbukti kesahihan hadits ada dalam kitab Ash-Shahihah bahwa sahibul kisah adalah Juwairiyah, bukannya Shafiyah. Kedua batu-batu kecil tidak ada, alias mungkar.
    Khulasah polemik ini ialah bahwa unsur bid'ah ingin dikuatkan dan lebih ditonjolkan kemoderatannya, dengan maksud meninggalakan sunnah. Pada prinsipnya, satu alasan saja untuk menyanggah mereka telah lebih dari cukup yakni bukankah apa saja yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jauh lebih afdhal ketimbang ajaran buatan manusia biasa, siapapun orangnya? Subhanallah

(Sumber rujukan: Al-Albani, M. N. Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu' Jilid 1. Alih bahasa oleh A.M Basalamah. 1995. Jakarta: Gema Insani Press, hal.88-91)