Ahlan wa sahlan bagi pengunjung yang dirahmati Allah sekalian. Dipersilakan bagi pembaca atau pengunjung untuk menyebarkan isi atau meteri dari blog ini dengan menjaga amanat ilmiah, dengan mencantumkan link website ini. Semoga dapat menjadi amal kebaikan kita di akhirat kelak. Aamiin

Rabu, 21 Mei 2014

Apakah Nabi Merapikan Jenggotnya?


كان يأخذ من لحيته من عرضها وطولها   
 ( موضوع ) _
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selalu mengurangi panjang dan lebar jenggotnya (maksudnya selalu merapikannya).
[palsu]


Hadits ini maudhu' (palsu). Ia diriwayatkan oleh Tirmidzi III/11 dan al-Uqaili dalam kitab Dhu'afa halaman 288, dan Ibnu Adi II/243, dengan sanad dari Umar bin Harun al-Balakhi, dari Usamah bin Zaid dari Amir bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya. Tirmidzi berkata, “Hadits ini hadits gharib.”

Umar bin Harun telah disebutkan dalam kitab al-Mizan, bahwa Ibnu Muin berkata, “Ia pendusta dan keji.” Adapun Shaleh Jazrah berkata, “Umar bin Harun pendusta,” seraya menyebutkan hadits riwayat ini.

Saudaraku yang senatiasa dirahmati oleh Allah Tabaraka wata'ala, sudah menjadi maklum bahwa Laki-laki dan wanita diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta'ala dalam keadaan yang berbeda. Mengapa demikian? Karena sudah menjadi fitrah bahwa Allah menciptakan laki-laki dengan badan yang tampan, kuat, gagah, wibawa dan seterusnya, adapun wanita telah Allah subahanahu wata'ala dengan perangai yang halus, cantik, kasih sayang. Itulah perbedaan antara laki-laki dan wanita. Lalu bagaimana dengan pribadi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang menjadi sosok tauladan di muka bumi ini? Bukankah orang-orang kafir mengakui akan keagungan pada diri beliau dan sosok yang berpengaruh di muka bumi ini?

Apabila kita menengok ke dalam sejarah kehidupan beliau dan para shahabatnya, maka akan tercermin perbedaan yang menunjukkan identitas seorang muslim dan orang kafir dari segi penampilan. Allah subhanahu wata'ala telah menciptakan jenggot sebagai fithrah, sebagaiman dalam firmanNya (yang artinya):
'Tidak ada perubahan pada fithrah Allah.' (QS. Ar-Ruum: 30). Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu ia berkata, “Rasulullah bersabda, 'Cukur habis kumis, peliharalah jenggot, dan berbedalah dengan kaum Majusi (penyembah api). [1]
Dari Anas bin Malik –pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah laki-laki yang berperawakan terlalu tinggi dan tidak juga pendek. Kulitnya tidaklah putih sekali dan tidak juga coklat. Rambutnya tidak keriting dan tidak lurus. Allah mengutus beliau sebagai Rasul di saat beliau berumur 40 tahun, lalu tinggal di Makkah selama 10 tahun. Kemudian tinggal di Madinah selama 10 tahun pula, lalu wafat di penghujung tahun enam puluhan. Di kepala serta jenggotnya hanya terdapat 20 helai rambut yang sudah putih.” (Lihat Mukhtashor Syama’il Al Muhammadiyyah, Muhammad Nashirudin Al Albani, hal. 13, Al Maktabah Al Islamiyyah Aman-Yordan. Beliau katakan hadits ini shohih)
Lihatlah saudaraku, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat di atas dengan sangat jelas terlihat memiliki jenggot. Lalu pantaskah orang berjenggot dicela?!
dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ ، وَفِّرُوا اللِّحَى ، وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ
Selisilah orang-orang musyrik. Biarkanlah jenggot dan pendekkanlah kumis.” (HR. Bukhari no. 5892)

Selain dalil-dalil di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sangat tidak suka melihat orang yang jenggotnya dalam keadaan tercukur.

Ketika Kisro (penguasa Persia) mengutus dua orang untuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menemui beliau dalam keadaan jenggot yang tercukur dan kumis yang lebat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka melihat keduanya. Beliau bertanya,”Celaka kalian! Siapa yang memerintahkan kalian seperti ini?” Keduanya berkata, ”Tuan kami (yaitu Kisra) memerintahkan kami seperti ini.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Akan tetapi, Rabb-ku memerintahkanku untuk memelihara jenggotku dan menggunting kumisku.” (HR. Thabrani, Hasan. Dinukil dari Minal Hadin Nabawi I’faul Liha)

Lihatlah saudaraku, dalam hadits yang telah kami bawakan di atas menunjukkan bahwa memelihara jenggot adalah suatu perintah. Memangkasnya dicela oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Menurut kaedah dalam Ilmu Ushul Fiqh, ”Al Amru lil wujub” yaitu setiap perintah menunjukkan suatu kewajiban.  Sehingga memelihara jenggot yang tepat bukan hanya sekedar anjuran, namun suatu kewajiban. Di samping itu, maksud memelihara jenggot adalah untuk menyelisihi orang-orang musyrik dan Majusi serta perbuatan ini adalah fithroh manusia yang dilarang untuk diubah.

Berdasar hadits-hadits di atas, memelihara jenggot tidak selalu Nabi kaitkan dengan menyelisihi orang kafir. Hanya dalam beberapa hadits namun tidak semua, Nabi kaitkan dengan menyelisihi Musyrikin dan Majusi. Sehingga tidaklah benar anggapan bahwa perintah memelihara jenggot dikaitkan dengan menyelisihi Yahudi.

Maka sudah sepantasnya setiap muslim memperhatikan perintah Nabi dan celaan beliau terhadap orang-orang yang memangkas jenggotnya. Jadi yang lebih tepat dilakukan adalah memelihara jenggot dan memendekkan kumis. [2]

Para Nabi, Orang-orang shalih, itu memelihara jenggot, sedangkan orang kafir tidak memeliharanya, bila kita dihadapkan 2 (dua) pilihan ini, manakah yang akan menjadi pilihan kita? Bukankah pilihan yang pertama wahai saudaraku?, karena kita berharap akan dikumpulkan oleh Allah bersama mereka ke dalam surga yang penuh dengan kenikmatan, dan berlindung dikumpulkan bersama orang-orang kafir di Neraka -semoga Allah melindungi kita darinya-. Demikian sajian singkat tentang masalah identitas seorang laki-laki yaitu jenggot, dan semoga Allah memberi taufik dan kemudahan kitan untuk mengamalkan ajaran Nabi-Mu dan dikumpulkan bersamanya serta orang-orang shalih. Aamiin. Semoga ada manfaatnya.


Pagi hari yang penuh berkah,
Jember,
Ahad, 11 Rajab 1435 H / 11 Mei 2014


[1] Tamamul Minnah, Abu Abdurrahman 'Adil bin Yusuf al-Azzazi, Pustaka As-Sunnah, Jakarta, hlm. 87-88
[2] Perintah Nabi agar memelihara Jenggot, artikel rumaysho.com














Selasa, 06 Mei 2014

HADITS LEMAH TENTANG “PUASALAH KALIAN, NISCAYA AKAN SEHAT”





صوموا تصحوا
(ضعيف)

Berpuasalah kalian, niscaya kalian sehat.
(Hadits Lemah)

Pembahasan
Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah subhanahu wa Ta'ala yang telah menganugerahkan kepada kita semua untuk semangat mencari kebenaran, yaitu Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih. Dan shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang telah mencurakan kehidupan beliau untuk tegaknya Agama Islam.
 
Dalam pembahasan kali ini, kita akan membahas sebuah hadits yang tidak asing didengar oleh telinga kita yakni tentang berpuasa bisa sehat. Benarkah hadits itu lemah? Lalu bagaimana dengan rahasia di balik puasa itu? Hadits diatas dikategorikan lemah bukan karena tiada sebab, tidak lain dalam jalur periwayatannya (sanad) ada perawi (yang meriwayatkan) itu lemah. Al-Iraqi menyatakan dalam Takhrij al-Ihya' III/75. Sudah maklum bahwa Kitab al-Ihya' karangan Imam Al-Ghazali -semoga Allah merahmatinya- populer di masyarakat Indonesia, namun ibarat peribahasa tiada gading yang tak retak, yakni sayangnya kitab tersebut tidak lepas dari kekurangan, karena Imam Ghazali memasukkan hadits-hadits yang belum teruji validitasnya (shahih), maka dari itu kami menghimbau kaum muslimin untuk tidak serta-merta menerima hadits yang ada dalam kitab Ihya' Ulummuddin dan menanyakan kepada Ahli Ilmu yang berkompeten dalam Ilmu Hadits. Syaikh Al-Albani berkata, “Riwayat ini telah dikeluarkan oleh Thabrani dalam kitab al-Awsath dan oleh Abu Naim dalam kitab ath-Thib an-Nabawi dari Abu Hurairah radhiyallahu'ahu dengan sanad yang dhai'f (lemah).
Setelah kita mengetahui bahwa hadits tersebut tidak bisa dipakai sebagai sandaran, maka apakah ada hadits-hadits tentang keutamaan puasa? Alhamdulillah Agama Islam adalah agama yang complete, keutamaan puasa terdapat dalam kitab-kitab induk hadits, diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Dari Abu Said radhiyallahu'anhu dia berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Tiada seoranghamba pun yang berpuasa satu hari dengan niat fisabilillah (ikhlas) melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka karena puasanya tadi sejauh perjalanan tujuh puluh tahun.” (Muttafaq 'alaihi, Lihat Riyadhus Shalihin No, 1237)
  • Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya dalam sebuah hadits, (lafazhnya) mengatakan, “Aku berkata, Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amal yang dengannya aku masuk surga.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Berpuasalah karena puasa tidak ada yang menyamainya.' (Dan rawi hadits ini) berkata, 'Di rumah Abu Umamah di siang hari tidak pernah terlihat asap kecuali jika dia kedatangan tamu'.” (Shahih Targib wa Tarhib No.986)
  • Dari Hudzaifah radhiyallahu'anhu, dia berkata, Aku menyadarkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ke dadaku, maka beliau bersabda, “Barangsiapa mengucapkan Laa Ilaaha illallah, (lalu) dengan itu (hidupnya) ditutup untuknya, maka dia masuk surga. Barangsiapa berpuasa satu hari demi mencari Wajah Allah, dengan itu (hidupnya) ditutup untuknya, maka dia masuk surga. Barangsiapa bersedekah dengan satu sedekah demi mencari Wajah Allah, dan dengan itu (hidupnya) ditutup untuknya, maka dia masuk surga.” (HR. Ahmad, Lihat Shahih Targib wa Tarhib No. 985)

    Demikian diantara hadits-hadits tentang keutamaan puasa, namun sejatinya masih banyak hadits-hadits bila mau merujuk kepada kitab, yaitu Shahih Targhib wa Tarhib karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, buku hadits yang disusun tentang anjuran dan ancaman. Ini perantara seeorang muslim dapat memadukan antara rasa khauf (takut) dan raja' (harap) dan alhamdulillah tersedia terjemahan dalam Bahasa Indonesia. Sedangkan diantara manfaat puasa ditinjau dari kesehatan adalah membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukkan dan kelebihan lemak di perut.(1) Namun perlu diketahui bahwa tujuan seorang muslim beribadah hanyalah mengharap ridha Allah semata agar dihapuskan dosa-dosanya atau mendatangkan pahala di akhirat kelak.
Demikianlah pembahasan sekelumit hadits tentang keutamaan puasa dan manfaat puasa bagi kesehatan. Semoga bermanfaat bagi kita semua agar supaya meningkatkan ilmu dan amaliah kita. Kebenaran itu datangnya dari Allah dan kesalahan itu datangnya dari penulis pribadi. Wallahu 'alam bish shawab, segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam.

Daftar Bacaan:
Silsilah Hadits Dhai'if dan Maudhu' Jilid 1 karya Syaikh Nashiruddin Al-Albani, pustaka Gema Insani Press, Tahun 1999 (terjemahan)
Riyadhus Shalihin karya Imam an-Nawawi. Pustaka As-Sunnah, Jakarta (terjemahan)
Shahih Targib wa Tarhib, karya Syaikh Nashiruddin Al-Albani, Pustaka Sahifa, Jakarta

Kamis, sore hari
Jember, 24 Jumadits Tsaniyah 1435 / 24 April 2014
Artikelassunnah.blogspot.com






_____________________________________
1. Artikelassunnah.blogspot.com